Pemerintah Didesak Kurangi Porsi Utang

Pemerintah Didesak Kurangi Porsi Utang
Foto
INDOMETRO.ID- Hingga Mei 2018, utang luar negeri (ULN) tercatat meningkat 6,8 persen menjadi 358,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp 5.154,10 triliun. Kenaikan ULN ini diharapkan tak jadi perangkap pahit pertumbuhan ekonomi yang hanya gali lubang tutup lubang.


BI merilis kenaikan ULN, yang terdiri dari utang pemerintah dan Bank Sentral sebesar 182,5 miliar dolar AS (Rp 2.622,95 triliun), dan utang swasta ter­masuk BUMN sebesar 176,1 miliar dolar AS (Rp 2.531,07 triliun). Meski mengalami ke­naikan, ULN akhir Mei 2018 disebut melambat dibandingkan dengan posisi ULN di bulan sebelumnya, yang tumbuh 7,8 persen (year on year/yoy). 

Pelambatan ini terjadi pada ULN sektor pemerintah mau­pun ULN sektor swasta, yang dipengaruhi oleh pelepasan surat berharga negara (SBN) domes­tik oleh investor asing, yang sejalan dengan perkembangan likuiditas global. 

Ekonom dari Center of Re­form on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih 29,88 persen. Dengan demikian, masih jauh di bawah batas yang diizinkan 60 persen. 
BUTUH BANTUAN HUKUM ?

"Pengelolaan fiskal kita sangat baik dan hati-hati. Selain itu, persoalan negara ini dinilai bukan pada utang pemerintah, melainkan pada utang luar negeri yang dibayar menggunakan valuta asing (valas),"  ucap Piter kepada Rakyat Merdeka. 

Namun ia mewanti-wanti, kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah di atas Rp 14 ribu per dolar AS, akan terus me­nambah beban utang luar negeri. Karena itu ia menyarankan, pemerintah perlu mengubah struktur utang dengan mengu­rangi atau bahkan menghentikan utang luar negeri. 

Sebab, dengan pelemahan ru­piah tadi, akan membuat nomi­nal utang menjadi membengkak dari sebelumnya. Selain itu, diikuti pula dengan struktur ekspor, dengan mengurangi kebutuhan impor baik barang maupun jasa. 

Hal ini disebabkan pada April 2018, impor melonjak lebih tinggi yaitu 16,09 miliar dolar AS (Rp 231,24 triliun), dibanding ekspor 14,47 miliar dolar AS(Rp 207,97 triliun). 

Lebih lanjut ekonom dari Institute of Development for Economic and Finance(Indef) Bhima Yudhistira melihat, utang luar negeri tersebut belum di­manfaatkan secara produktif. Terbukti bahwa postur belanja negara masih cenderung didomi­nasi belanja konsumtif. 

"Bahkan, belanja pegawai porsinya sekitar 26 persen dari total belanja pemerintah. Belum lagi belanja barang yang naik cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir," ujarnya kepada Rakyat Merdeka. 

Menurutnya, dengan postur belanja yang kurang produktif tersebut, maka efektivitas utang jadi berkurang. Belanja belum bisa menstimulus sektor riil, se­hingga rasio pajak bahkan turun di kisaran 9 persen pada 2017. 

Harusnya utang bisa mendorong penerimaan pajak. Akan tetapi, menurut Bhima, fakta yang terjadi utangnya naik, begi­tu juga debt service ratio (DSR) masih di kisaran 25 persen. 

"Level ini menunjukkan utang belum mengangkat kinerja ekspor. Sementara Malaysia sudah panik soal utang, padahal DSR-nya di kisaran 5 persen. Di Indonesia, harusnya pemerintah melakukan evaluasi seluruh ULN," tegasnya. 

Sekadar diketahui, DSR meru­pakan jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok ULN jangka panjang, dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor. 

Posisi ULN Pemerintah pada Mei 2018 turun dibandingkan dengan posisi akhir April 2018, karena adanya net pelunasan pinjaman dan berlanjutnya aksi pelepasan SBN domestik oleh investor asing. 

Kepemilikan SBN domes­tik oleh investor asing turun hingga 1,1 miliar AS (Rp 15,8 triliun) selama Mei 2018, se­bagai antisipasi atas rencana Federal Reserve (The Fed), yang menaikkan tingkat suku bunga pada Juni 2018. 

Sementara itu, investor asing melepas sementara kepemilikan SBN domestik sambil memper­hatikan perkembangan likuiditas global, yang menuju pada keseimbangan baru. Hal itu menun­jukkan investor asing di pasar SBN domestik cenderung wait and see dalam menyikapi agenda kebijakan The Fed.(rmol)

Posting Komentar untuk "Pemerintah Didesak Kurangi Porsi Utang"