-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Dugaan Kasus Korupsi Bernilai Jumbo Dalam Komoditas Timah

    redaksi
    Jumat, 29 Maret 2024, Maret 29, 2024 WIB Last Updated 2024-03-29T03:16:49Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh

      


    Jakarta,indometro.id -

    Kasus korupsi dengan nilai jumbo kembali mencoreng Indonesia. Setelah deretan kasus korupsi jumbo seperti PT Asabri dan Jiwasraya, publik dikagetkan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan kerugian negara bisa sangat besar dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) tahun 2015 - 2022.

    Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengatakan pihaknya masih dalam proses penghitungan kerugian negara bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    "Terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara kami masih dalam proses penghitungan. Formulasinya masih kami rumuskan dengan baik dan BPKP maupun dengan para ahli," ujar Kuntadi dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu, (27/3/2024).

    Meski demikian, Kuntadi sempat menyinggung perkiraan kerugian negara yang telah dikaji dari sisi pendekatan ahli lingkungan.

    "Yang jelas kalau dari sisi pendekatan ahli lingkungan beberapa saat yang lalu sudah kami sampaikan. Selebihnya masih dalam proses untuk perumusan formulasi penghitungannya," kata dia.

    Sebelumnya, disebutkan bahwa kerugian ekologis, ekonomi dan pemulihan lingkungan dari korupsi tersebut dari hasil perhitungan ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mencapai Rp271 triliun. Perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014.

    Dalam kasus ini, nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis. Pertama, kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun. Kedua, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun. Ketiga, kerugian biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

    Kasus tersebut juga menjadi sorotan publik setelah sejumlah nama beken ikut menjadi tersangka dan ditahan Kejagung, termasuk di antaranya crazy rich Pantai Indah Kpauk (PIK) Helena Lim dan suami dari pesohor RI Sandra Dewi, Harvey Moeis.

    Rentetan kasus ini bermula Kejagung menetapkan lima orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015 - 2022. Salah satunya adalah eks Dirketur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

    Kasus kemudian meluas hingga menyeret 16 tersangka termasuk Harvey Moeis yang juga Presiden Komisaris perusahaan batu bara PT Multi Harapan Utama.

    Besarnya potensi kerugian negara dalam kasus timah membuat kasus tersebut menjadi kasus korupsi dengan potensi kerugian negara terbesar di Indonesia.

    Berikut penjelasan singkat mengenai tiga kasus korupsi dengan potensi kerugian negara terbesar sebelum kasus timah:

    1. Kasus BLBI

    Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan kasus korupsi lama yang terjadi saat Indonesia dihantam Krisis Moneter 1997. Pada tahun tersebut, puluhan bank tumbang karena lonjakan utang dan kurs yang ambruk.

    Untuk menolong perbankan, bank sentral Bank Indonesia kemudian mengguyur dana sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank agar mereka tidak kolaps.
    Dana tersebut harus dikembalikan ke negara. Namun, obligor dan debitur banyak yang mengemplang dana BLBI dan tidak mengembalikan ke negara hingga 20 tahun berlalu.

    Kasus tersebut kembali menjadi perhatian serius pemerintah setelah pada 2021, Presiden Joko Widodo membentuk satuan tugas (satgas) khusus BLBI untuk mengejar obligor.

    Keterangan resmi Kementerian Keuangan menyebut BLBI merugikan negara Rp138,442 triliun dari Rp144,536 triliun BLBI yang disalurkan berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2000.
    Satgas BLBI sudah bekerja pada 2021 hingga masa tugas pada 31 Desember 2023.

    2. Kasus penyerobotan lahan negara untuk kelapa sawit

    Merujuk pada laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kasus penyerobotan lahan negara untuk kelapa sawit menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp4,9 triliun dan kerugian perekonomian negara sebanyak Rp99,2 triliun atau total Rp 104,1 triliun.

    Kasus ini melibatkan Grup Duta Palma yang tanpa izin menggarap lahan negara pada 2003-2022. Luas lahan negara untuk perkebunan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

    Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan vonis terhadap pelaku yang terlibat, termasuk Surya Darmadi, pemilik Grup Duta Palma. Dia divonis pidana penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar

    Pelaku lainnya adalah Raja Thamsir Rachman, mantan Bupati Indragiri Hulu yang dihukum sembilan tahun penjara.

    3. Pengolahan kondensat ilegal di kilang minyak di Tuban, Jawa Timur

    Kasus ini muncul karena penunjukan langsung penjualan minyak mentah (kondensat) bagian negara sejak 23 Mei 2009 hingga 2 Desember 2011. Kerugian negara dalam kasus ini menembus US$ 2,7 miliar atau setara Rp 35 triliun pada saat itu.

    Kasus ini melibatkan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPP) dan menyeret mantan Presiden Direktur PT TPPI, Honggo Wendratno, mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono.

    Oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Honggo Wendratno divonis 16 tahun penjara. Namun, hingga kini dia masih buron.

    Sumber : CNBC

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini