-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Pelatihan Kurikulum Merdeka Jangan Hanya Kejar "Jam Tayang"

    Zulkifli AEN
    Kamis, 08 Juni 2023, Juni 08, 2023 WIB Last Updated 2023-06-08T08:01:49Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh

     

    Aceh Utara. Indometro. Id -  Sesuai akan berakhirnya tahun pelajaran 2022/2023 dan akan memasuki tahun pelajaran 2023/2024, pelatihan tenaga pendidik tentang Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) gencar dilaksanakan umumnya secara daring. 

    Sesuai rencana, Kurikulum Merdeka akan diimplementasikan secara keseluruhan pada satuan pendidikan pada 2024 mendatang.

    Pelatihan yang berdaya guna memang harus disiapkan secara serius, tak bisa asal-asalan. Pelatihan tidak bisa sebagai kegiatan rutin, business as usual, asal terlaksana, merealisasikan anggaran, diajarkan dengan banyak canda tawa, dan berakhir dengan kesan pengajarnya menyenangkan, lucu-lucu. 


    "Pelatihan harus memaksa guru berpikir, merasa ilmu masih kurang dan memastikan guru siap berdiri di ruang kelas IKM dengan penuh keyakinan".

    Memang sudah ada standar baku yang sudah disepakati dalam pelaksanaan pelatihan. Diyakini, format ini mestinya diperkaya dengan komitmen bersama, konsistensi narasumber, keseriusan peserta, dan materi yang menantang. Dan yang paling penting, follow-up dari pelatihan, jangan biarkan peserta 'pulang kampung' tanpa ada beban untuk melaksanakan hasil pelatihan. Jangan sampai, selesai pelatihan, berakhir pula belajar guru.

    Oleh karena itu, kegiatan pelatihan harus 'menyimpang' dari mainstream pelatihan selama ini: dari kegiatan pengenalan, penjelasan, penguraian tentang seluk-beluk Kurikulum Merdeka kepada hal yang bisa menginspirasi, memberdayakan dan menggerakkan guru untuk belajar mandiri.

    Basis dari pelatihan Kurikulum Merdeka: (1) penyederhanaan konten pembelajaran yang berfokus pada materi esensial; (2) pembelajaran yang berbasis pada proyek yang kolaboratif, aplikatif, dan multi-disipliner learning), dan (3) fleksibilitas dan penyelarasan dalam penetapan capaian pembelajaran dan pengaturan jam pelajaran melalui Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) yang mengangkat profil Pelajar Pancasila dan pengenalan karakter pribadi peserta didik (Makarim, 2021).

    Idealnya, pelatihan yang baik memberi 'panggung' pada peserta untuk menjadi guru 'yang sebenarnya': dimulai dengan niat dan kehendak baik (bona voluntas), kemudian ditunjang oleh kerja yang baik (bonum opus) dan akhirnya akan menuai kebaikan bersama (bonum commune).

    Pertama, para narasumber diharapkan mencontohkan pembelajaran sesuai dengan konteks pembelajaran yang sebenarnya. Akan menjadi berbeda bila mereka mencari contoh, atau membuat contoh sendiri atau mencontoh-contohkan pembelajaran dari sekolah atau madrasah yang lebih maju. Ini akan mengacaukan pemikiran yang guru yang dilatih karena konteks, yaitu siswa, guru, sarana prasarana yang berbeda.

    Oleh karena itu, penyelenggara pelatihan idealnya mengkolaborasikan para ahli, narasumber, widyaiswara dengan pelaku utama pembelajaran di sekolah/madrasah, pihak yang merasakan dan menjalankan pembelajaran, yang punya track record bagus dalam hal praktik baik yaitu guru 'yang sebenarnya'. Kedua pihak ini harus saling berbagi, saling melengkapi dalam pelatihan sehingga tercipta irama atau ritme pendidikan yang berdampak besar.

    Kedua, para narasumber benar-benar bisa memilih dan memilah mana materi Kurikulum Merdeka yang bisa 'dibaca sendiri' oleh peserta di sekolah atau madrasah masing masing dan materi esensial yang perlu pembahasan, diskusi dan praktek di pelatihan tatap muka. Jangan sampai materi yang seharusnya bisa dibaca, misalnya struktur kurikulum, fase-fase pembelajaran, konsep P5 malah dibahas, sedangkan hal-hal penting yang tidak ditemukan di madrasah, misalnya, praktik pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran efektif, pembelajaran abad ke-21 malah tidak didiskusikan.

    Ketiga, dalam praktik mengajar, misalnya, narasumber harus benar benar pernah 'mengalami' melaksanakan pembelajaran yang diminta. Jangan sampai narasumber hanya menyuruh mempraktikkan sebuah model atau strategi pembelajaran, padahal dia belum pernah mempraktikkan pembelajaran tersebut.

    Kondisi ini akan berpengaruh pada hasil pelatihan di mana akan terjadi 'kevacuman kebenaran' karena tidak ada pihak yang memiliki data yang valid, reliable, dan objektif apakah sebuah model atau strategi pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap pembelajaran siswa. Yang terjadi adalah sebuah cerita bahwa model dan strategi ini berhasil di sekolah/madrasah lain, yang bisa jadi konteks pembelajaran yang berbeda dengan dihadapi guru.

    Keempat, seringkali terjadi, narasumber bercerita tentang apa yang dia tahu, bukan apa yang peserta perlu. Yang terjadi adalah peserta menikmati ceramah narasumber tapi tidak terkoneksi dengan kebutuhan guru sewaktu kembali ke sekolah/madrasah masing-masing. Dan akhirnya, guru kembali ke format lama cara mengajar dan hasil pelatihan tidak berbekas pada guru.

    Maka disarankan sebelum pelatihan dilakukan dua analisis penting: need analysis dan want analysis. Analisis kebutuhan adalah proses kegiatan untuk mencari informasi secara seksama apa saja kebutuhan pembelajar dalam pembelajaran bahasa sehingga ketika ditindak lanjuti akan membuat pengajaran menjadi lebih baik (Balaei & Ahour, 2018). 


    Ini bertujuan agar sebelum pembelajaran dimulai guru sudah harus mengetahui secara jelas siapa yang akan belajar, dari mana mereka, mengapa mereka ingin belajar, di mana dan bagaimana mereka ingin belajar, apa yang mereka perlu tahu dan apa yang mereka sudah atau belum tahu (Richards, 2001).

    Sedang analisis keinginan berhubungan dengan keinginan guru dalam pembelajaran berbasis keinginan siswa. Bisa saja, peserta memiliki keinginan lain dalam pelatihan. Keinginan peserta mungkin berbeda dengan tujuan pelatihan. Oleh karena itu, narasumber arus mempertimbangkan keinginan peserta secara tepat.

    Idealnya pelatihan juga menyiapkan peserta menghadapi profil siswa kekinian: 1) lebih menyukai mempelajari hal-hal baru; 2) ingin terhubung dengan jaringan internet untuk memenuhi hasrat berselancar, berkreasi, berkolaborasi, dan membantu berbagi informasi sebagai bentuk partisipasi; 3) siswa lebih suka berkomunikasi dengan gambar images, ikon, dan simbol-simbol daripada teks, teknologi digital adalah infrastruktur belajar yang digemari bagi siswa.

    Para guru peserta pelatihan harus diingatkan untuk tidak berlama-lama berdiri di depan kelas dan di tengah kelas sebagai satu satunya sumber dan pusat perhatian. Siswa zaman kekinian sejujurnya tidak suka dan membuat mereka cepat bosan, jadi perlu ada ijtihad guru agar mereka konsisten untuk belajar. Maka guru harus dan wajib menyiapkan tugas-tugas dan atau aktivitas pembelajaran yang bervariasi, sesuatu yang baru dan penuh kejutan, aktivitas yang membuat siswa berani tampil tanpa ada beban benar atau salah.

    Pada akhirnya, pelatihan mempraktikkan bagaimana menjadikan siswa sebagai produsen pengetahuan yang mampu mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan menggunakan diksi yang bermakna, memverifikasi kebenaran informasi, memperkaya informasi yang sudah ada, berkomunikasi santun, mengunggah informasi yang berguna, menjaga silaturahmi, memberi komentar yang menyenangkan. Ini sebenarnya tantangan terberat peserta pelatihan. Dan dipastikan, guru pasti bisa, tapi memang harus banyak belajar.

    Kini sekolah - sekolah Menengah Atas  yang melaksanakan IKM secara mandiri, akan menyambut tahun ke 2. Kalau di kelas X mungkin tidak banyak masalah. Sementara di kelas 11 siswa diarahkan ke mata pelajaran pilihan menyesuaikan rencana kelanjutan Studinya. Ini akan bermasalah terhadap sekolah yang sumber dayanya dan sarana prasarana terbatas.

    "Keterbatasan sumber daya terutama guru, penerapan IKM memunculkan masalah besar. Kurikulum mengarahkan anak belajar sesuai bakat minatnya, sekolah mengarahkan dengan sember daya dan sarana pendukung yang ada. Akhirnya tidak terjadi perubahan Output nantinya setelah 3 tahun IKM".

    Sebagaimana diketahui ciri khas IKM adalah enviromental Learning dan Differensiasi Teaching. Kedua akan berlangsung sukses bila didukung sarana prasarana dan kesiapan guru. Guru yang tidak siap mesti disiapkan, dengan berbagai pelatihan yang tidak hanya mengajar "Jam Tayang". Namun harus dilaksanakan dengan perencanaan dan kesiapan narasumber dan si guru.


    sumber : Amri Ikhsan DetikNews
    Editor    : Zulkifli AEN
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini