-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Organisasi Buruh Se-Nasional Rencanakan Pendirian Partai Buruh

    Rabu, 11 Agustus 2021, Agustus 11, 2021 WIB Last Updated 2021-08-11T14:42:27Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh



    Jakarta, Indometro.id - 
    Organisasi Buruh secara nasional merencanakan pendirian Partai Buruh kembali. Hal itu dilatarbelakangi pengalaman pahit dalam proses pembentukan UU Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, dimana butuh merasa dicampakkan seperti sampah oleh rezim penguasa. Dimana dalam proses penyusunan RUU tersebut, khususnya klaster ketenagakerjaan, buruh sama sekali tidak dilibatkan. 

    "Atas dasar berbagai pertimbangan maka untuk mewujudkan kesejahteraan kaum buruh Indonesia, sejumlah tokoh dari berbagai organisasi buruh tingkat nasional berencana menghidupkan kembali mesin politiknya melalui Partai Buruh," kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI), Indra Munaswar kepada Indometro, Rabu (11/8/2021).

    Menurut Indra, pengalaman pahit dalam proses pembentukan UU 11/2020 Tentang Cipta Kerja, sangat jelas buruh dicampakkan layaknya sampah oleh rezim penguasa. Dalam proses penyusunan RUU tersebut - khususnya klaster ketenagakerjaan, buruh sama sekali tidak dilibatkan. 

    Padahal menurut UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jelas diatur bahwa masyarakat harus dilibatkan dari mulai penyusunan draf RUU.

    Sedangkan pihak pengusaha dari mulai KADIN hingga APINDO dilibatkan secara full di dalam penyusunan hingga pembahasan di DPR RI. 

    "Apakah negara ini hanya milik pengusaha....?" ujarnya. 

    Indra melanjutkan, DPR pun bukan lagi wakil dan corong rakyat, tapi telah menjadi dewan perwakilan pemerintah. Segala hal yang disuarakan oleh buruh berdasarkan konstitusi negara tidak diindahkan oleh DPR. Ketentuan konstitusi ditabrak semuanya oleh DPR.

    "Inilah salah satu luka mendalam bagi kaum buruh Indonesia. Karena itu, sangat wajar dari kalangan buruh berpendapat tidak bisa lagi sekadar menitipkan suaranya kepada partai politik yang nongkrong di gedung DPR RI. Suara tentang hak dan kepentingan kaum buruh mesti dibawakan sendiri oleh buruh melalui partai yang dibentuk sendiri," lanjutnya. 

    Indra mengatakan senada dengan apa yang dikatakan oleh Said Iqbal, Presiden KSPI sebagai penggerak dan pendorong utama pendirian Partai Buruh, bahwa untuk menegakkan kemanusiaan, keadilan, dan anti korupsi demi mewujudkan "welfare state" (negara sejahtera), maka mari kita bersama- sama membangun dan membesarkan Partai Buruh.

    "Berdasarkan data yg dikeluarkan oleh sekretariat partai, saat ini telah terbentuk kepengurusan 100% di tingkat propinsi, dan rata-rata 57% di tingkat kabupaten/kota," kata Anggota Presidium GEKANAS (Gerakan Kesejahteraan Nasional) itu. 

    Pasalnya, kata Indra, sebuah partai bisa didaftar di KPU untuk dapat mengikuti PEMILU, harus telah terbentuk kepengurusan 100% propinsi, 75% kabupaten/kota, dan 50% kecamatan, serta 1000 anggota di tiap kabupaten/kota di seluruh indonesia.

    Kemudian, dia menerangkan mengenai efektifitas partai Buruh. Namun jangan tanya dulu mengenai efektif atau tidak efektif Partai Buruh dalam memperjuangkan hak dan kepentingan kaum buruh Indonesia di tingkat parlemen. 

    "Biarlah proses pendewasaan partai dan perjalanan waktu yang akan menjawabnya," terangnya. 

    Indra menjelaskan, selain Partai Buruh tahun 1949 dan partai-partai buruh yg terbentuk di awal era reformasi 1999, menunjukkan bahwa Partai Buruh bukan saja tidak diminati oleh rakyat Indonesia tapi juga tidak diminati oleh kalangan buruh itu sendiri. Terbukti, partai buruh era reformasi tidak satu pun yang bisa masuk ke DPR RI. Bahkan nyaris 100% tidak masuk di DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

    Dalam suatu kesempatan, kata Indra, Said Iqbal mengatakan, problematika gerakan buruh atau pendirian partai buruh di Indonesia adalah kurangnya pembangunan kesadaran kelas di antara pejuang serta pendukungnya. Hal itu ditambah bahwa partai buruh dibangun secara tergesa-gesa karena selalu berorientasi pada unsur ketokohan belaka. 

    Kesadaran kelas yang dimaksud olehnya adalah pahamnya posisi dan peran buruh dalam jalannya peradaban suatu negeri dan bagaimana banyak sekali kebijakan negara itu dapat berdampak kepada mereka.

    "Dengan pembangunan kesadaran kelas ini, akan tercipta serikat buruh yang kuat dan tidak terfragmentasi," ujarnya.

    Indra berharap, kekuatan ini dapat dipreservasi dengan iuran keuangan yang kuat, gerakan buruh yang teroganisir, dan kesadaran tinggi untuk membela hak-hak anggotanya. Apabila ini dapat tercapai, opsi partai buruh baru dapat dipilih sebagai kekuatan politik yang ada di tanah air.

    "Semoga Partai Buruh 2021 ini bisa jauh lebih baik, dan mendapat dukungan penuh dari kaum buruh Indonesia beserta keluarganya," pungkasnya. 

    Sejarah Partai Buruh di Indonesia

    Di Indonesia, partai buruh bukan barang baru. Partai buruh sudah pernah ada di awal kemerdekaan RI. Pada 25 Desember 1949, lahir Partai Buruh, yang untuk pertama kali diketuai oleh Iskandar Tedjasukmana. 
    Bahkan Iskandar Tedjasukmana mewakili partai menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja di kabinet Sukiman, Wilopo dan Burhanuddin Harahap (1951–1956).

    Ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dibentuk pada 1950, Partai Buruh mendapat 7 kursi dari 236 kursi.

    Dalam PEMILU tahun 1955, Partai Buruh memperoleh 224.167 suara (0,6% suara nasional), dan memenangkan dua kursi di parlemen.

    Menurut Indra, jika kaum buruh menginginkan kehidupan yang layak, naik upah, mengurangi tempo-kerja, dan menghilangkan ikatan-ikatan yang menindas, maka, menurut Bung Karno, kaum buruh harus menumpuk-numpukkan *_machtvorming_* (penciptaan kekuasaan) dalam serikat sekerja, dan membangkitkan kekuasaan politik di dalam perjuangan.

    Serikat buruh, menurut Bung Karno,  harus menjauhkan diri dari *"Politik Minta-Minta"*. Karena politik minta-minta tidak akan menghapuskan kenyataan antitesa antara modal dan kerja. Politik minta-minta satu kali akan berhasil, tetapi sembilan puluh sembilan kali niscaya akan gagal.
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini