Mamuju, indometro.id - Jutaan orang meninggal akibat dampak dari
pendemi corona virus disease (Covid-19).
Pandemi Covid-19 berdampak besar bagi penduduk jutaan orang
di segala penjuru dunia.
Tidak hanya berdampak pada kematian, tetapi juga kepada
sosial, budaya dan ekonomi.
Di Indonesia, sejak wabah covid-19 mulai merebak, pemerintah
mengambil kebijakan untuk meliburkan sekolah, perkantoran dan termasuk
perkuliahan.
Namun libur yang dimaksud tak berarti bahwa pelajar,
mahasiswa dan pekerja kantoran serta pegawai libur total di rumah.
Misalnya perkuliahan yang mejadi wajib dilakukan di rumah
secara online (daring), oleh beberapa universitas.
Seperti yang dialami kebanyakan mahasiswa di Desa Kakullasan
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat yang kuliah di Kota Makassar, Sulawesi
Selatan.
Salah Satunya Barto T. Paressa (27), mahasiswa STIKS TAMALANREA
Makassar, Sulawesi Selatan asal Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi
Barat (Sulbar).
Di STIKS TAMALANREA, Barto menjalani perkuliahan pada
semester 6, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.
Sejak Covid-19 mulai merebak dan seakan menjadi momok bagi
masyarakat, kampusnya memutuskan untuk kuliah secara online, Barto pun memilih
pulang kampung.
Namun minimnya fasilitas internet di tempat tinggalnya,
memaksa Barto harus menempuh perjalanan 13 kilo meter setiap pagi (pergi dan
pulang), untuk mengikuti kuliah online di desa tetangga.
Barto menuturkan, jarak dari Desa Kakullasan tempat ia
tinggal ke Desa Campaloga (Tommo V), tempat mencari jaringan internet sekitar 13
km.
Menurut Barto, hampir setiap hari di waktu pagi, belasan
hingga puluhan mahasiswa dari berbagai dusun di Kakullasan menjalani
perkuliahan online di desa tetangga tersebut.
"Tiap pagi hari, saya dan teman-teman mahasiswa harus ke
desa tetangga mencari akses internet, soalnya di Desa Kakullasan sulit untuk jaringan
internet, apa lagi untuk aplikasi zoom dan sebagainya," Ungkapnya pada
indometro.id via WhatsApp Selasa (22/5/2020) pagi tadi.
Menjadi kendala bagi puluhan mahasiswa ini karena koneksi
jaringan yang lambat, sehingga kadang tidak bisa terhubung dengan aplikasi
kuliah online.
"Jaringannya di desa campaloga juga kadang bermasalah, Mungkin
terlalu banyak yang menggunakan," katanya.
Ia mengaku terpaksa melakukan itu di tengah keterbatasan
jaringan untuk megggapai cita-cita menjadi seorang sarjana.
"Kalau tidak seperti ini mau bagaimana lagi, dari pada
nilainya error," katanya.
Diketahui bahwa saat ini Desa Kakullasan yang berpenduduk kurang
lebih 3.000 jiwa tersebut belum memiliki penyediaan jasa seluler (Tower).
Ia berharap agar kelak pemerintah Kabupaten Mamuju bisa mengusulkan
tower kepada penyedia jaringan seluler agar menyediakan fasilitas seluler di
desa tersebut.(Demas Laira)