-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    BPS: Kemiskinan Lebih Sedikit Lho

    redaksi
    Jumat, 02 November 2018, November 02, 2018 WIB Last Updated 2018-11-02T03:21:01Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh
    BPS: Kemiskinan Lebih Sedikit Lho
    Foto
    INDOMETRO.ID -  Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhari­yanto memaparkan me­tode penghitungan angka kemiskinan. Hal ini disam­paikannya kesimpangsi­uran soal kemiskinan yang banyak dibicarakan elite politik.

    Dia menjelaskan, da­lam melakukan pengukuran angka kemiskinan, pihaknya menggunakan metode pengeluaran per kapita berdasarkan komodi­tas. Sedangkan World Bank menggunakan metode ke­seimbangan kemampuan berbelanja (Purchasing Power Parity). 

    "Kami mengenakan batasan pengeluaran sebe­sar Rp 401.220 ribu per bulan, itu berdasarkan hi­tungan September 2018. Itu pendapatan per kapita, rata-rata keseluruhan," kata Kecuk di Jakarta, kemarin. 

    Kecuk menilai, kritik yang pernah disampaikan ekonom terkait data BPS tentang pengeluaran harian penduduk miskin sebesar Rp 13.000, tidak valid. 

    Sebab untuk melihat data perlu membandingkan data pengeluaran masyarakat an­tardaerah. Misalnya, garis kemiskinan di DKI Jakarta sekitar Rp 3 juta per bulan. Jumlah itu tidak terlampau jauh dengan Upah Minimum Pegawai Rp 3,6 juta. 

    Kecuk menekankan data tidak boleh disalahgunakan tanpa telaah yang dalam. "Tantangannya adalah ba­gaimana kita mengkomu­nikasikan garis kemiski­nan kepada masyarakat," ujarnya. 

    Untuk diketahui, ber­dasarkan metode Purchas­ing Parity Power milik Bank Dunia, batas miskin yaitu apabila pengeluaran masyarakat sebesar 1,9 dolar AS. Sehingga, jika Indonesia mengkonversi­kan penghitungan angka kemiskinan dengan metode tersebut, nilainya masih di atas standar 2,5 dolar AS. 

    Deputi Bidang Statis­tik Sosial BPS Margo Yu­wono mengungkapkan, jika menggunakan metode Bank Dunia, angka kemiskinan paling parah Indonesia hanya sebesar 4,6 persen. Padahal, penghitungan BPS dengan metode BPS penge­luaran dan komoditas garis kemiskinan bisa mencapai 9,6 persen. 

    BACA JUGA:

    Pemilik Lima Akun Medsos Penyebar Hoax Penculikan Anak Tinggal Ditangkap

    Kementerian Perhubungan: Boeing 737-8 MAX Layak Terbang

    Usut Pencucian Uang Adik Zulkifli Hasan, KPK Periksa Tiga Direktur


    Namun, jika mengguna­kan metode penghitungan World Bank mengacu pada standar kemiskinan moderat dengan batasan 3,2 dolar AS maka angka kemiskinan di Indonesia mencapai 24 persen. "Kami harus me­nentukan rujukan yang tepat untuk penghitungan angka kemiskinan," katanya. 

    Dia menuturkan, BPS selalu memperhatikan perkembangan dalam menghi­tung angka kemiskinan sesuai dengan kajian em­piris. Metode penghitungan kemiskinan berdasarkan pengeluaran telah digunakan selama 20 tahun sejak 1998. 

    Inflasi 0,28 Persen 


    BPS mencatat inflasi Ok­tober sebesar 0,28 persen. Hal ini berbanding terbalik dari kondisi deflasi dua bu­lan berturut-turut. Penyum­bang inflasi terbesar berasal dari cabe merah, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan tarif sewa rumah. "Inflasi kelompok ini sebesar 0,42 persen dengan andilnya terhadap inflasi keseluruhan sebesar 0,1 persen," imbuh Kecuk. 

    Dipaparkannya, komoditas tarif sewa rumah memberi andil inflasi 0,03 persen, tarif kontrak rumah sebesar 0,01 persen. Sek­tor transportasi sebesar 0,06 persen. Hal ini terjadi karena ada kenaikan harga BBMnon subsidi. Kemu­dian sektor lainnya antara lain, kenaikan tarif jalan tol memberikan andil inflasi sebesar 0,01 persen. 

    Kenaikan semen dan besi beton memiliki andil 0,01 persen. Sektor transportasi, komunikasi, dan jasa keuan­gan 0,26 persen. Makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau memiliki inflasi sebesar 0,27 persen. Kel­ompok nasi dan lauk pauk dan rokok filter menyum­bang andil terhadap inflasi sebesar 0,01 persen. Dan, bahan makanan 0,15 persen dan turut menyumbang in­flasi sebesar 0,04 persen. 

    "Beberapa harga pangan yang mengalami kenaikan antarai lain cabe merah dengan andil 0,09 persen dan beras berikan andil sebesar 0,01 persen," pung­kasnya. ***(rmol)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini