foto |
Untuk itu, Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta melakukan rapat koordinasi dengan Kanwil BPN DKI Jakarta dan lima Perwakilan Kantor BPN tingkat Kota. Sedangkan BPN Kepulauan Seribu berhalangan hadir.
Dalam rapat Jumat (3/8) itu, Fraksi PDIP menyampaikan sejumlah temuan dan aspirasi warga.
Menurut penuturan warga, rumitnya proses pengurusan dan birokrasi Pemeritah Provinsi DKI Jakarta yang kurang melayani menjadi kendala utama. Sosialisasi kurang juga menjadi penyebab banyaknya warga tidak mengetahui program tersebut.
"Fraksi PDI Perjuangan mendapatkan banyak pengaduan warga tentang lambatnya birokrasi Pemerintah DKI Jakarta dalam memberikan pelayanan yang berkaitan dengan persyaratan pendaftaran PTSL ini," ungkap Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo.
Dalam program sertifikasi ini, lanjutnya, peran camat, lurah, RT/ RW sangat menentukan. Sebab, sebagian besar persyaratan pendaftaran sertifikat tanah ini posisinya ada di kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Misalnya, surat riwayat tidak sengketa, surat penguasaan fisik/sporadik, hingga surat rekomendasi hingga berkas pendukung lainnya.
Rio memaparkan, pada 2018 DPRD sudah menyetujui alokasi hibah APBD DKI sebesar 120 miliar untuk program mensertifikasi 332.655 bidang tanah.
"Pada prinsipnya Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta berkomitmen untuk mensukseskan program PTSL ini, makanyamembuat agenda khusus rapat koordinasi bersama BPN se-Provinsi DKI Jakarta tersebut," ujar Rio.
William Yani, anggota Fraksi PDIP yang juga Wakil Ketua Komisi Amembidangi pemerintahan dan pertanahan menilai, program sertifikasi gratis melalui PTSL sangat dibutuhkan warga Jakarta.
"Kami akan memastikan bahwa program PTSL ini benar-benar berjalan dengan baik serta memberikan unsur kemanfaatan secara luas bagi warga Jakarta," ujarnya.
Kepala BPN Kota Administrasi Jakarta Barat Agus Taruna, sebagai juru bicara dari pihak BPN dalam Forum Rapat Koordinasi tersebut membeberkan, program PTSL ini adalah bentuk komitmen pemerintah Jokowi dalam memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh seluruh warga termasuk di DKI Jakarta.
"Pak Presiden melalui Inpres Nomor 2 Tahun 2018 telah menginstruksikan kepada BPN dan Pemda seluruh Indonesia untuk melakukan percepatan terhadap program PTSL ini, sehingga kami juga berupaya untuk memenuhi target program khususnya untuk DKI Jakarta di tahun 2018 ini," paparnya.
Dengan semangat UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Inpres 2 Tahun 2018 menjadi payung hukum program PTSLyang didalamnya memberikan kemudahan untuk mengurus serta mendaftarkan bidang tanah termasuk memangkas alur birokrasi yang terlalu panjang, seperti tak perlu lagi legalisir KTP dan KK Pemohon, dan Surat Keterangan tidak sengketa yang tidak perlu lagi meminta persetujuan Kelurahan.
David Sihaloho dari Kantor BPN Kota Administrasi Jakarta Timur menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk mensukseskan agenda nasional ini dengan secara intensif melakukan sosialisasi dan menekan pelanggaran-pelanggaran teknis yang masih sering terjadi di lapangan.
"Kendalanya banyak lurah dan camat sering takut melaksanakan program ini karena persepsi tentang ancaman pidana jika ditemukan adanya pelanggaran. Padahal Inpres 2 tahun 2018 sudah memayungi program ini secara hukum. Jika pun ada pidana karena pihak-pihak yang menerima gratifikasi atau sejenis pungli," ujar David.(rmol)
Dalam rapat Jumat (3/8) itu, Fraksi PDIP menyampaikan sejumlah temuan dan aspirasi warga.
Menurut penuturan warga, rumitnya proses pengurusan dan birokrasi Pemeritah Provinsi DKI Jakarta yang kurang melayani menjadi kendala utama. Sosialisasi kurang juga menjadi penyebab banyaknya warga tidak mengetahui program tersebut.
"Fraksi PDI Perjuangan mendapatkan banyak pengaduan warga tentang lambatnya birokrasi Pemerintah DKI Jakarta dalam memberikan pelayanan yang berkaitan dengan persyaratan pendaftaran PTSL ini," ungkap Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo.
Dalam program sertifikasi ini, lanjutnya, peran camat, lurah, RT/ RW sangat menentukan. Sebab, sebagian besar persyaratan pendaftaran sertifikat tanah ini posisinya ada di kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Misalnya, surat riwayat tidak sengketa, surat penguasaan fisik/sporadik, hingga surat rekomendasi hingga berkas pendukung lainnya.
Rio memaparkan, pada 2018 DPRD sudah menyetujui alokasi hibah APBD DKI sebesar 120 miliar untuk program mensertifikasi 332.655 bidang tanah.
"Pada prinsipnya Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta berkomitmen untuk mensukseskan program PTSL ini, makanyamembuat agenda khusus rapat koordinasi bersama BPN se-Provinsi DKI Jakarta tersebut," ujar Rio.
William Yani, anggota Fraksi PDIP yang juga Wakil Ketua Komisi Amembidangi pemerintahan dan pertanahan menilai, program sertifikasi gratis melalui PTSL sangat dibutuhkan warga Jakarta.
"Kami akan memastikan bahwa program PTSL ini benar-benar berjalan dengan baik serta memberikan unsur kemanfaatan secara luas bagi warga Jakarta," ujarnya.
Kepala BPN Kota Administrasi Jakarta Barat Agus Taruna, sebagai juru bicara dari pihak BPN dalam Forum Rapat Koordinasi tersebut membeberkan, program PTSL ini adalah bentuk komitmen pemerintah Jokowi dalam memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki oleh seluruh warga termasuk di DKI Jakarta.
"Pak Presiden melalui Inpres Nomor 2 Tahun 2018 telah menginstruksikan kepada BPN dan Pemda seluruh Indonesia untuk melakukan percepatan terhadap program PTSL ini, sehingga kami juga berupaya untuk memenuhi target program khususnya untuk DKI Jakarta di tahun 2018 ini," paparnya.
Dengan semangat UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Inpres 2 Tahun 2018 menjadi payung hukum program PTSLyang didalamnya memberikan kemudahan untuk mengurus serta mendaftarkan bidang tanah termasuk memangkas alur birokrasi yang terlalu panjang, seperti tak perlu lagi legalisir KTP dan KK Pemohon, dan Surat Keterangan tidak sengketa yang tidak perlu lagi meminta persetujuan Kelurahan.
David Sihaloho dari Kantor BPN Kota Administrasi Jakarta Timur menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk mensukseskan agenda nasional ini dengan secara intensif melakukan sosialisasi dan menekan pelanggaran-pelanggaran teknis yang masih sering terjadi di lapangan.
"Kendalanya banyak lurah dan camat sering takut melaksanakan program ini karena persepsi tentang ancaman pidana jika ditemukan adanya pelanggaran. Padahal Inpres 2 tahun 2018 sudah memayungi program ini secara hukum. Jika pun ada pidana karena pihak-pihak yang menerima gratifikasi atau sejenis pungli," ujar David.(rmol)