Foto |
Yakni, rumah dinas anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN di kompleks Kalibata, apartemenTenaga Ahli (TA) anggota DPR itu di Kalibata City, dan rumah petinggi PPP di Graha Raya Bintaro Tangerang Selatan.
"Penggeledahan berkaitan dengan perkembangan penyidikan perkara," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Dari rumah dinas anggota DPR dan tenaga ahlinya, penyidik menyita sejumlah dokumen serta mobil Toyota Camry. Sementara dari rumah pengurus PPP diperoleh dokumen proposal permohonan tambahan anggaran daerah.
Febri tak bersedia mengungkapkan identitas anggota DPR yang rumah dinasnya digeledah. Begitu pemilik rumah di Graha Raya. "Nanti dulu, kita masih kembangkan penyidikannya," dalihnya.
Kasus suap usulan dana perimbangan keuangan daerah ini dibongkar KPK setelah menangkap Amin Santono, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, 4 Mei 2018.
Sehari kemudian, KPK menetapkan Amin sebagai tersangka
bersama tiga orang lainnya. Mereka adalah Yaya Purnomo (Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan), Eka Kamaluddin (perantara suap) dan Ahmad Ghiast (kontraktor asal Sumedang, Jawa Barat).
Amin, Yaya dan Eka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Ghiast Pasal ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ghiast diduga memberikan suap ratusan juta rupiah kepada Amin dan Yaya melalui perantara Eka. Saat penangkapan, KPKmenemukan uang tunai Rp400 juta dan bukti transfer sebesar Rp 100 juta. Uang itu diduga bagian dari 'commitment fee' Rp1,7 miliar jika Kabupaten Sumedang mendapat tambahan anggaran infrastruktur di APBN Perubahan 2018.
Usai melakukan penangkapan, KPK menggeledah rumah Yaya. Ditemukan emas 1,9 kilogram, uang Rp 1.844.500.000, 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar Amerika. Logam mulai dan uang itu kemudian disita.
Keempat tersangka kasus ini kemudian ditahan. Amin di Rutan Cabang KPK. Eka dan Yaya di Rutan KPK di Pomdam Guntur Jaya. Sedangkan Ghaist Rutan Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan.
Dalam penyidikan kasus suap ini, KPK juga memeriksa sejumlah pejabat pemerintah daerah. Di antaranya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kampar, Azwan; Kepala Bappeda Kabupaten Tabanan, Ida Bagus Wiratmaja; dan Kepala Bappeda Kabupaten Seram Timur, Anshar Wattimena.
Mereka diduga pernah mengajukan proposal untuk mendapatkan tambahan anggaran infrastruktur, melalui anggota DPR maupun Yaya.
"Saksi-saksi diduga mengetahui hal apa saja yang diajukan tersangka untuk pengurusan anggaran pengembangan wilayah mereka," kata Febri.
Kilas Balik
Proposal Tambahan Anggaran Diteken Pjs Bupati Sumedang
Direktur CV Iwan Binangkit, Ahmad Ghiast didakwa menyuap anggota DPR Fraksi Demokrat Amin Santono dan pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. Pemberian suap agar Kabupaten Sumedang mendapat tambahan anggaran proyek infrastruktur dari APBN Perubahan 2018.
"Terdakwa Ahmad Ghiast memberikan uang sejumlah Rp 510 juta kepada Amin Santono selaku anggota Komis XI DPR periode 2014-2019 dan Yaya Purnomo, Kepala Seksi pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan," Jaksa Penuntut Umum KPK Eva Yustisiana membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ghiast, kontraktor yang biasa menggarap proyek infrastruktur di Kabupaten Sumedang. Ia mendapat informasi dari Iwan Sonjaya, rekannya sesama kontraktor, mengenai cara mendapatkan tambahan anggaran proyek infrastruktur dari APBN-P 2018. Yakni dengan mengajukan usulan lewat Amin. Namun harus memberikan 'fee' 7 persen dari anggaran yang bakal diterima.
Selanjutnya, dibuat proposal permohonan tambahan anggaran dari APBN-P 2018 kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jumlahnya Rp 25,85 miliar.
Rinciannya, Rp 21,85 miliar untuk proyek pembangunan jalan dan jembatan, serta Rp 4 miliar untuk proyek pengembangan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan pengairan sehingga totalnya Rp 25,85 miliar.
Proposal ditandatangani Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Sumedang Sumarwan Hadisumarto. Dokumen itu dibawa Ghiast untuk disampaikan kepada Amin.
Ghiast dan Iwan pergi ke DPR pada 8 April 2018 untuk menemui Amin. Namun Amin tak ada. Iwan lalu mengenalkan Ghiast dengan Eka Kamaludin, teman dekat Amin. Proposal diserahkan lewat Eka.
Pada 24 April 2018, Ghiast menelepon Amin dan memohon agar membantu mengusulkan tambahan anggaran proyek infrastruktur untuk Kabupaten Sumedang. Ghiast bersedia memberikan fee 7 persen. Amin setuju.
Sepekan kemudian, Amin meminta uang muka Rp 500 juta kepada Eka. Pada 1 Mei 2018, Amin kembali meminta Rp 10 juta untuk biaya 'pengawalan' usulan. Uang ini akan diberikan kepada Yaya, Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Hari itu juga, Ghiast mentransfer Rp10 juta ke rekening Eka. Tiga hari kemudian, 4 Mei 2018, Ghiast kembali mentransfer Rp 100 juta ke Eka untuk diserahkan kepada Amin.
Sore harinya, Ghiast menemui Amin dan Eka di restoran di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Ghiast menyerahkan uang Rp 400 juta kepada Amin. Penyerahan uang ini terendus KPK. Ketiga pun ditangkap. Yaya menyusul dicokok.
Menurut jaksa KPK, perbuatan Ghiast diancam pidana sebagaimana Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya minimal 1 tahun penjara, maksimal 5 tahun penjara. Serta denda minimal Rp 50 juta, paling banyak Rp 250 juta. Ghiast tak mengajukan keberatan atas dakwaan ini.(rmol)
"Penggeledahan berkaitan dengan perkembangan penyidikan perkara," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Dari rumah dinas anggota DPR dan tenaga ahlinya, penyidik menyita sejumlah dokumen serta mobil Toyota Camry. Sementara dari rumah pengurus PPP diperoleh dokumen proposal permohonan tambahan anggaran daerah.
Febri tak bersedia mengungkapkan identitas anggota DPR yang rumah dinasnya digeledah. Begitu pemilik rumah di Graha Raya. "Nanti dulu, kita masih kembangkan penyidikannya," dalihnya.
Kasus suap usulan dana perimbangan keuangan daerah ini dibongkar KPK setelah menangkap Amin Santono, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, 4 Mei 2018.
Sehari kemudian, KPK menetapkan Amin sebagai tersangka
bersama tiga orang lainnya. Mereka adalah Yaya Purnomo (Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan), Eka Kamaluddin (perantara suap) dan Ahmad Ghiast (kontraktor asal Sumedang, Jawa Barat).
Amin, Yaya dan Eka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Ghiast Pasal ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ghiast diduga memberikan suap ratusan juta rupiah kepada Amin dan Yaya melalui perantara Eka. Saat penangkapan, KPKmenemukan uang tunai Rp400 juta dan bukti transfer sebesar Rp 100 juta. Uang itu diduga bagian dari 'commitment fee' Rp1,7 miliar jika Kabupaten Sumedang mendapat tambahan anggaran infrastruktur di APBN Perubahan 2018.
Usai melakukan penangkapan, KPK menggeledah rumah Yaya. Ditemukan emas 1,9 kilogram, uang Rp 1.844.500.000, 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar Amerika. Logam mulai dan uang itu kemudian disita.
Keempat tersangka kasus ini kemudian ditahan. Amin di Rutan Cabang KPK. Eka dan Yaya di Rutan KPK di Pomdam Guntur Jaya. Sedangkan Ghaist Rutan Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan.
Dalam penyidikan kasus suap ini, KPK juga memeriksa sejumlah pejabat pemerintah daerah. Di antaranya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kampar, Azwan; Kepala Bappeda Kabupaten Tabanan, Ida Bagus Wiratmaja; dan Kepala Bappeda Kabupaten Seram Timur, Anshar Wattimena.
Mereka diduga pernah mengajukan proposal untuk mendapatkan tambahan anggaran infrastruktur, melalui anggota DPR maupun Yaya.
"Saksi-saksi diduga mengetahui hal apa saja yang diajukan tersangka untuk pengurusan anggaran pengembangan wilayah mereka," kata Febri.
Kilas Balik
Proposal Tambahan Anggaran Diteken Pjs Bupati Sumedang
Direktur CV Iwan Binangkit, Ahmad Ghiast didakwa menyuap anggota DPR Fraksi Demokrat Amin Santono dan pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. Pemberian suap agar Kabupaten Sumedang mendapat tambahan anggaran proyek infrastruktur dari APBN Perubahan 2018.
"Terdakwa Ahmad Ghiast memberikan uang sejumlah Rp 510 juta kepada Amin Santono selaku anggota Komis XI DPR periode 2014-2019 dan Yaya Purnomo, Kepala Seksi pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan," Jaksa Penuntut Umum KPK Eva Yustisiana membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ghiast, kontraktor yang biasa menggarap proyek infrastruktur di Kabupaten Sumedang. Ia mendapat informasi dari Iwan Sonjaya, rekannya sesama kontraktor, mengenai cara mendapatkan tambahan anggaran proyek infrastruktur dari APBN-P 2018. Yakni dengan mengajukan usulan lewat Amin. Namun harus memberikan 'fee' 7 persen dari anggaran yang bakal diterima.
Selanjutnya, dibuat proposal permohonan tambahan anggaran dari APBN-P 2018 kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jumlahnya Rp 25,85 miliar.
Rinciannya, Rp 21,85 miliar untuk proyek pembangunan jalan dan jembatan, serta Rp 4 miliar untuk proyek pengembangan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan pengairan sehingga totalnya Rp 25,85 miliar.
Proposal ditandatangani Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Sumedang Sumarwan Hadisumarto. Dokumen itu dibawa Ghiast untuk disampaikan kepada Amin.
Ghiast dan Iwan pergi ke DPR pada 8 April 2018 untuk menemui Amin. Namun Amin tak ada. Iwan lalu mengenalkan Ghiast dengan Eka Kamaludin, teman dekat Amin. Proposal diserahkan lewat Eka.
Pada 24 April 2018, Ghiast menelepon Amin dan memohon agar membantu mengusulkan tambahan anggaran proyek infrastruktur untuk Kabupaten Sumedang. Ghiast bersedia memberikan fee 7 persen. Amin setuju.
Sepekan kemudian, Amin meminta uang muka Rp 500 juta kepada Eka. Pada 1 Mei 2018, Amin kembali meminta Rp 10 juta untuk biaya 'pengawalan' usulan. Uang ini akan diberikan kepada Yaya, Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Hari itu juga, Ghiast mentransfer Rp10 juta ke rekening Eka. Tiga hari kemudian, 4 Mei 2018, Ghiast kembali mentransfer Rp 100 juta ke Eka untuk diserahkan kepada Amin.
Sore harinya, Ghiast menemui Amin dan Eka di restoran di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Ghiast menyerahkan uang Rp 400 juta kepada Amin. Penyerahan uang ini terendus KPK. Ketiga pun ditangkap. Yaya menyusul dicokok.
Menurut jaksa KPK, perbuatan Ghiast diancam pidana sebagaimana Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya minimal 1 tahun penjara, maksimal 5 tahun penjara. Serta denda minimal Rp 50 juta, paling banyak Rp 250 juta. Ghiast tak mengajukan keberatan atas dakwaan ini.(rmol)