Foto/Net |
Salah satu industri yang sudah mulai menaikkan harga adalah tekstil. Langkah ini agar industri tekstil tetap bisa beroperasi.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pelemahan rupiah sangat menguntungkan bagi perusahaan tekstil yang berorientasi ekspor. Namun, bagi mereka yang pasar utamanya domestik tentu menjadi beban.
"Karena itu mereka memilih untuk menaikkan harga 10 persen supaya tetap bisa hidup dan bertahan," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Kenaikan sudah dilakukan pengusaha sejak seminggu lalu. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana dampaknya pada penjualan.
Menurut dia, selain tingginya biaya inpor akibat melorotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kenaikan harga minyak dunia dan batu bara juga menambah beban operasi perusahaan. Karena itu, salah satu solusinya ada dengan menaikkan harga jual.
"Efisiensi segala macam kan sudah dilakukan. Biaya transportasi juga ikut naik. Semua komponen ikut naik," katanya.
Menurutnya, pengusaha tekstil membutuhkan kepastian dari nilai tukar rupiah sehingga bisa menyusun rancangan bisnis dengan pasti. "Kalau sekarang susah menyusunnya," kata Ade.
Pengusaha makanan dan minuman (mamin) mulai ancang-ancang menaikkan harga. Sebab, nilai tukar rupiah terus anjlok.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar tidak bisa dibiarkan. Apalagi, saat ini sudah mencapai Rp 14.500 an per dolar AS.
Menurutnya, batas nilai tukar rupiah yang bisa ditoleransi adalah Rp 15.000. Jika sudah melewati angka tersebut maka pelaku usaha sudah pasti akan menaikkan harga jual produknya.
Saat ini, 80 persen bahan baku industri mamin memang masih impor dan dampak pelemahan rupiah memang terasa. Bahan baku yang masih impor adalah terigu, garam, gula, pewarna, dan perasa.
Menurut dia, industri mamin sama dengan industri farmasi dimana bahan bakunya masih berasal dari impor. Ketergantungan terhadap bahan baku impor bisa dicegah asalkan pemerintah dan pelaku usaha bekerjasama.
"Impor bisa dicegah jika ada dukungan dari pemerintah karena pelaku usaha tidak bisa bekerja sendiri," ujar dia.
Adhi meminta pemerintah terus menjaga fundamental ekonomi untuk menciptakan kestabilan ekonomi yang diinginkan semua pihak baik masyarakat maupun kalangan pengusaha. Cara menjaga kestabilan ekonomi adalah menjaga defisit transaksi berjalan.(rmol)
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pelemahan rupiah sangat menguntungkan bagi perusahaan tekstil yang berorientasi ekspor. Namun, bagi mereka yang pasar utamanya domestik tentu menjadi beban.
"Karena itu mereka memilih untuk menaikkan harga 10 persen supaya tetap bisa hidup dan bertahan," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Kenaikan sudah dilakukan pengusaha sejak seminggu lalu. Sampai saat ini belum diketahui bagaimana dampaknya pada penjualan.
Menurut dia, selain tingginya biaya inpor akibat melorotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kenaikan harga minyak dunia dan batu bara juga menambah beban operasi perusahaan. Karena itu, salah satu solusinya ada dengan menaikkan harga jual.
"Efisiensi segala macam kan sudah dilakukan. Biaya transportasi juga ikut naik. Semua komponen ikut naik," katanya.
Menurutnya, pengusaha tekstil membutuhkan kepastian dari nilai tukar rupiah sehingga bisa menyusun rancangan bisnis dengan pasti. "Kalau sekarang susah menyusunnya," kata Ade.
Pengusaha makanan dan minuman (mamin) mulai ancang-ancang menaikkan harga. Sebab, nilai tukar rupiah terus anjlok.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar tidak bisa dibiarkan. Apalagi, saat ini sudah mencapai Rp 14.500 an per dolar AS.
Menurutnya, batas nilai tukar rupiah yang bisa ditoleransi adalah Rp 15.000. Jika sudah melewati angka tersebut maka pelaku usaha sudah pasti akan menaikkan harga jual produknya.
Saat ini, 80 persen bahan baku industri mamin memang masih impor dan dampak pelemahan rupiah memang terasa. Bahan baku yang masih impor adalah terigu, garam, gula, pewarna, dan perasa.
Menurut dia, industri mamin sama dengan industri farmasi dimana bahan bakunya masih berasal dari impor. Ketergantungan terhadap bahan baku impor bisa dicegah asalkan pemerintah dan pelaku usaha bekerjasama.
"Impor bisa dicegah jika ada dukungan dari pemerintah karena pelaku usaha tidak bisa bekerja sendiri," ujar dia.
Adhi meminta pemerintah terus menjaga fundamental ekonomi untuk menciptakan kestabilan ekonomi yang diinginkan semua pihak baik masyarakat maupun kalangan pengusaha. Cara menjaga kestabilan ekonomi adalah menjaga defisit transaksi berjalan.(rmol)