Foto |
Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Pahala Nugraha Mansury mengatakan ada peningkatan beban bahan bakar di semester I-2018 ini terhadap total beban perseroan. Total beban bahan bakar semester I tahun ini sekitar 35 persen hingga 40 persen dari total biaya.
"Hal ini menjadi tantangan. Kami sudah melakukan hedging dan melakukan cost efisiensi dari bahan bakar," ujar Pahala.
Selain itu, pelemahan rupiah yang terus terjadi belakangan ini juga memicu beban kepada perseroan. Perusahaan penerbangan pelat merah itu melakukan perbaikan untuk menekan beban keuangan itu selama semester satu sebanyak 30 persen atau 50 persen dari kuartal I. "Peningkatan biaya aftur dan depresiasi rupiah mempengaruhi kinerja," kata dia.
Rupiah cenderung melemah juga berpengaruh pada bisnis penerbangan. Lantaran sebagian biaya operasional industri penerbangan memakai dolar AS. Mengutip data Bloomberg nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 6,21 persen secara year to date. Sementara itu, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 6,94 persen terhadap dolar AS.
Parahnya Rupiah sempat berada di posisi 13.542 per dolar AS pada 2 Januari 2018 menjadi 14.483 per dolar AS pada akhir pekan kemarin. Namun dirinya tidak ingin menyebut kinerja keuangan lebih dalam karena untuk semester ini masih dalam proses final. "Laporan lengkap semester I masih menunggu pekan depan," katanya.
Meski begitu, Pahala menuturkan kinerja keuangan perseroan membaik dari sisi biaya penyewaan pesawat dan juga utilisasi. Dia juga optimistis kinerja semester I tahun ini trennya membaik dari sisi utilisasi pesawat dan biaya yang membaik dari renegosiasi leasing pesawat.
"Pertumbuhan pendapatan ada dan triwulan II dibandingkan triwulan I kinerja rute internasional ada perbaikan," ujarnya.
Dijelaskan, dari sisi operasional masih ada perbaikan. Perbaikan lebih dari 30 persen di bottom line year-on-year (yoy) di semester I. Dan lebih dari 50 persen dari triwulan I.
Terbitan KIK
Pihaknya juga berencana menerbitkan Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA) untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing) utang-utangnya yang jatuh tempo. Beberapa obligasi yang sudah jatuh tempo misalnya obligasi sebesar Rp 2 triliun pada 3 Juli 2018. Penerbitan KIK-EBA ini adalah cara perusahaan untuk menyelesaikan beban-beban.
"Memang tujuan utamanya 3 Juli lalu kita ada Rp 2 triliun untuk obligasi yang jatuh tempo, kemudian juga ada kewajiban kepada bank-bank yang harus kita bayarkan dan ini memang upaya kita mengurangi kewajiban yang jangka pendek dan menggantikannya dengan kewajibannya yang jangka panjang," jelas Pahala.
Agunan yang digunakan dalam KIK-EBA adalah pendapatan dari tiket penerbangan rute Indonesia-Jeddah dan Madinah. Sementara informasi dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) nilai KIK-EBA yang diterbitkan sebesar Rp 1,8 triliun. KIK-EBA ditawarkan kepada investor dengan tingkat kupon 9,75 per tahun. Namun, Pahala belum mau membeberkan rinci. "Pastinya akan kita umumkan setelah transaksinya closing. Tapi kita harapkan di atas Rp 1 triliun," tuturnya.(rmol)
"Hal ini menjadi tantangan. Kami sudah melakukan hedging dan melakukan cost efisiensi dari bahan bakar," ujar Pahala.
loading...
Menurutnya tahun lalu porsi beban bahan bakar hanya sekitar 33 persen dari total biaya. Di sisi lain dia membeberkan jika harga aftur di dalam negeri cenderung lebih mahal dibandingkan dengan luar negeri. "Untuk suplai kita kan dari Pertamina. Kita ketahui memang ada kenaikan harga dan di Indonesia itu harganya lebih tinggi dari negara lain karena memang (Pertamina) harus mensuplai dan biaya logistiknya itu tinggi," katanya. Selain itu, pelemahan rupiah yang terus terjadi belakangan ini juga memicu beban kepada perseroan. Perusahaan penerbangan pelat merah itu melakukan perbaikan untuk menekan beban keuangan itu selama semester satu sebanyak 30 persen atau 50 persen dari kuartal I. "Peningkatan biaya aftur dan depresiasi rupiah mempengaruhi kinerja," kata dia.
Rupiah cenderung melemah juga berpengaruh pada bisnis penerbangan. Lantaran sebagian biaya operasional industri penerbangan memakai dolar AS. Mengutip data Bloomberg nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 6,21 persen secara year to date. Sementara itu, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah 6,94 persen terhadap dolar AS.
Parahnya Rupiah sempat berada di posisi 13.542 per dolar AS pada 2 Januari 2018 menjadi 14.483 per dolar AS pada akhir pekan kemarin. Namun dirinya tidak ingin menyebut kinerja keuangan lebih dalam karena untuk semester ini masih dalam proses final. "Laporan lengkap semester I masih menunggu pekan depan," katanya.
Meski begitu, Pahala menuturkan kinerja keuangan perseroan membaik dari sisi biaya penyewaan pesawat dan juga utilisasi. Dia juga optimistis kinerja semester I tahun ini trennya membaik dari sisi utilisasi pesawat dan biaya yang membaik dari renegosiasi leasing pesawat.
"Pertumbuhan pendapatan ada dan triwulan II dibandingkan triwulan I kinerja rute internasional ada perbaikan," ujarnya.
Dijelaskan, dari sisi operasional masih ada perbaikan. Perbaikan lebih dari 30 persen di bottom line year-on-year (yoy) di semester I. Dan lebih dari 50 persen dari triwulan I.
Terbitan KIK
Pihaknya juga berencana menerbitkan Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA) untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing) utang-utangnya yang jatuh tempo. Beberapa obligasi yang sudah jatuh tempo misalnya obligasi sebesar Rp 2 triliun pada 3 Juli 2018. Penerbitan KIK-EBA ini adalah cara perusahaan untuk menyelesaikan beban-beban.
"Memang tujuan utamanya 3 Juli lalu kita ada Rp 2 triliun untuk obligasi yang jatuh tempo, kemudian juga ada kewajiban kepada bank-bank yang harus kita bayarkan dan ini memang upaya kita mengurangi kewajiban yang jangka pendek dan menggantikannya dengan kewajibannya yang jangka panjang," jelas Pahala.
Agunan yang digunakan dalam KIK-EBA adalah pendapatan dari tiket penerbangan rute Indonesia-Jeddah dan Madinah. Sementara informasi dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) nilai KIK-EBA yang diterbitkan sebesar Rp 1,8 triliun. KIK-EBA ditawarkan kepada investor dengan tingkat kupon 9,75 per tahun. Namun, Pahala belum mau membeberkan rinci. "Pastinya akan kita umumkan setelah transaksinya closing. Tapi kita harapkan di atas Rp 1 triliun," tuturnya.(rmol)