-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Aswanto: KPK Kita Undang Masuk, Kita Ingin Terhindar Dari Kasus Yang Menimpa Mantan Ketua MK

    redaksi
    Rabu, 18 Juli 2018, Juli 18, 2018 WIB Last Updated 2018-07-18T02:49:36Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh
    Aswanto: KPK Kita Undang Masuk, Kita Ingin Terhindar Dari Kasus Yang Menimpa Mantan Ketua MK
    Aswanto
    INDOMETRO.ID- Seusai Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi penghitun­gan suara pilkada serentak, maka titik kritis penyeleng­garaan pilkada berpindah ke Mahakmah Konstitusi (MK). Hingga Jumat (13/7) pagi lalu, sudah ada 62 permohonan guga­tan sengketa pilkada masuk ke MK. Ditemui Rakyat Merdeka di ruang kerjanya, di lantai 14 Gedung MK, Wakil Ketua MK Aswanto yang juga Guru Besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin menjelaskan upaya lembaganya dalam menangani permohonan gugatan pilkada. Berikut wawancaranya:


    Sampai saat ini sudah bera­pa permohonan gugatan seng­keta yang masuk ke MK?
    Sudah ada 62 permohonan (yang sudah mendapatkan akta permohonan per hari Jum'at (13/7) pagi. Kita membuka per­mohonan itu melalui dua sistem ya, offline dan online. 

    Permohonan gugatan itu datangnya dari daerah mana saja?
    Ya merata ya, ada di Jawa dan luar Jawa. 

    Soal teknisnya, proses perkara yang masuk itu sudah sampai tahap mana?
    Jadi sesuai dengan mekan­isme kita mengenai penanganan sengketa hasil pemilukada. Jadi pertama itu harus diterima dulu penerimaannya atau melalui online, jadi mahkmah akan memeriksa dulu kelengkapan-kelengkapan permohonan itu. Terus kalau dianggap belum lengkap, para pemohon diberi­kan tiga hari kerja untuk me­lengkapinya.

    Tenggat waktu yang diberikan undang-undang itu adalah tiga hari penetapan KPU. Nanti ting­gal kita lihat saja, setelah tenggat waktu itu, undang-undang masih memberikan waktu tiga hari lagi untuk melakukan perbaikan. Nah setelah dilakukan perbai­kan itu, nanti sesuai dengan apa yang telah kita agendakan, nanti berkas itu akan kita catat dibuku registrasi perkara. Nah sejak perkara itu masuk, maka terhitung 40 hari kerja ke depan harus diputus oleh Mahkamah. 

    Oh ya, kapan rencananya gugatan sengketa pemilukada mulai disidangkan?
    Kalau menurut jadwal kita yaitu tanggal 23 Juli kita akan registerkan. Kita segera melaku­kan pemberitahuan, tentu kepada pemohon, KPU sebagai termo­hon dan kepada pihak-pihak terkait. Pihak terkait itu biasanya pihak yang menjadi pemenang oleh KPU. 

    Padahal menurut undang-undang itu adalah pihak yang berkepentingan, tetapi pengala­man selama ini yang meminta diri menjadi pihak terkait adalah pihak yang memperoleh suara terbanyak versi putusan KPU. Menurut catatan kita, tanggal 26 Juli mulai sidang. 

    Perkara sengketa pilkadan­ya kan banyak dan mesti sece­patanya diputus, bagaimana MK menyidangkannya? 
    Nanti dalam penanganannya, karena majelis ini dibagi dalam panel 1, 2 dan 3, maka nanti akan ditentukan, perkara mana yang akan ditangani oleh panel mana. 

    Pengalaman yang lalu pendistribusian itu dilakukan secara merata. Misalnya yang lalu, ada 66 kasus yang kita tangani, maka masing-masing panel menangani 22 kasus. 

    Apa MK tidak khawatirpembagian perkara bisa mem­pengaruhi independensi ha­kim? 
    Kami punya kesepahaman di MK, kita berusaha untuk menjaga independensi dengancara melihat daerah asal masing-masing. Ini perlu kita petakan, jangan sampai (hakim yang menangani perkara) berasal dari daerah kasus itu. Misalnya di panel saya, maka daerah dari Sulawesi Selatan itu tidak mung­kin di panel saya. Termasuk Pak Ketua MK yang berasal dari Bima, jadi kalau ada yang dari Bima, ya tidak masuk di panel­nya beliau. 

    MK kabarnya akan melibat­kan Bawaslu dalam penyele­saian sengketa pilkada. Apa alasannya?
    Betul. Bahwa sering kali yang menjadi perdebatan itu kan yang ada di pasal 158 tentang batas presentase untuk mengajukan. Misalnya kan untuk kabupaten/kota itu bisa mengajukan ke MK kalau selisih hasilnya tidak lebih dari 2 persen. Kemudian kalau sampai 500 ribu itu 1,5 persen, kalau 500 ribu sampai 1 juta itu selisihnya tidak lebih dari satu persen, di atas satu juta diatas 0,5 persen. Di tingkat provinsi juga punya norma sendiri. Artinya, sekalipun batas norma itu sudah menentukan batasan presentase, tetapi mahkamah berdasarkan penanganan kasus dari Papua, yang ada empat wilayah itu, mahkamah tidak menggunakan Pasal 158 itu. 

    Lho memangnya kenapa? 

    Karena kami menganggap ada banyak hal yang kami luruskan itu, mestinya Pasal 158 tidak diterapkan pada kasus itu. Karena kalau enggak salah itu terjadi di Yapen. Di daerah itu rekapitulasi tingkat distriknya sudah selesai, namun tiba-tiba muncul rekomendasi dari Panwas agar salah satu peserta dan kebetulan yang meraih suara ter­banyak itu didiskualifikasi. 

    Nah KPU terus mendiskualifikasi. Kemudian yang didiskualifikasi melaporkan ke Bawaslu agar membatalkan rekomendasi Panwas Kabupaten/Kota, dan KPU secara berjenjang untuk memasukan pasangan calon yang di­maksud. Namun KPU kabupaten/kota tidak melakukan rekomen­dasi dari Bawaslu, sehingga yang memperoleh sura kedua menjadi pemenang. Nah itu ketika sampai di sini, maka kami tidak bisa menggunakan Pasal 158, karena kasus ini belum tuntas. 

    MK sempat gonjang-gan­jing ketika Ketua MK saat itu Akil Mochtar ditangkap KPK karena tersangkut kasus suap terkait penanganan sengketa pilkada. Apa yang dilakukan MK agar tak terjadi lagi?

    Sebenarnya kami juga menya­dari dalam penanganan sengketa pemilukada ini banyak oknum dari luar, saya selalu memakai istilah memanah di atas pelana. Maksudnya itu, ketika kasus sudah masuk di mahkamah, ada oknum yang menjual nama ha­kim. Namun sebenarnya dia itu tidak melakukan upaya, tinggal dia berdoa saja, mudah-mudahan yang dia ambil duitnya itu men­jadi pemenang. Nah itu yang dinamakan memanah di atas pelana. Kami sejak awal men­coba memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi pada penanganan sebelumnya.

    Apa saja pembenahannya? 
    Pembenahan yang kita laku­kan sejak awal, yaitu kita men­gundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masuk. 'Tolong deh KPK masuk, agar setiap saat terhindar dari apa yang pernah menimpa mantan ketua kita'. 

    Tentu kami melihat celah-celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, itu yang kita coba tutup. Misalnya pada penangan pemilukada tahun ini semaksimal mungkin untuk meminimalisir kontak langsung dari seluruh pihak dengan kom­ponen yang ada di MK, maka kita buka jalur online. Tetapi kalau misalnya mereka kesuli­tan, kami juga buka jalur offline. Kami berusaha semaksimal mungkin menghindari kontak secara langsung. Kalau pun itu kontak secara langsung, itu tidak secara tersembunyi. Karena di MK ini, yang tidak ada CCTV-nya hanya di kamar mandi. Di sini ada semua CCTV-nya. Sehingga kita sangat berusaha melakukan perbaikan terhadap apa yang dirasa kurang. 

    Selain itu apa lagi?
    Di tempat tinggal para hakim, saat pemilukada pengamanan­nya dilipatgandakan. Bukan sekadar untuk mengamankan pa­ra hakim, tetapi siapa saja yang berkomunikasi dengan para ha­kim saat penanganan sengeketa pilkada. Semua ini kita lakukan agar kepercayaan masyarakat bisa kembali.(rmol)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini