Wiranto |
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani mendesak Presiden Jokowi agar tidak menandatangani wacana pembentukan DKN. Alasannya, pembentukan DKN telah bertolak belakang dengan UU Pengadilan HAM, yang di dalamnya tidak mengatur wewenang Menko Polhukam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
"Kalau ditandatangani Presiden, ini bentuk, seorang presiden sebenarnya di bawah kontrol aktor-aktor pelanggaran HAM di masa lalu," ujarnya di Jakarta, kemarin. KontraS menilai, Presiden Jokowi tidak serius menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lampau. Justru presiden malah mengambil tindakan yang kontra produktif.
"Ini akan dicatat secara politik secara hukum bahwa dia bukan presiden yang berpihak terhadap korban pelanggaran HAM masa lalu. Alih-alih mengambil tindakan yang sesuai hukum dan mekanisme yang ada," sebutnya. Meski menjanjikan penyelesaikan kasus-kasus HAM, pemerintah malah melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus tersebut.
"Seruan penghukuman moril yang akan kita lakukan bahwa presiden saat ini bagian dari pelanggar HAM, karena dia membiarkan seorang terduga pelanggar HAM mengambil kebijakan mengontrol penyelesaian pelanggaran ham masa lalu," imbuh Yati.
Anggota Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Sumarsih, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Sumarsih yang merupakan keluarga korban Tragedi Semanggi Imenyatakan keluarga korban dan korban pelanggaran HAM berat meminta penyidikan harus dilakukan sesegera mungkin.
"Kejaksaan Agung harus memberikan kepastian hukum terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM. Jangan digantung," katanya. Dia mengeluhkan, hingga saat ini tidak ada perkembangan atas penyidikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Misalnya dalam kasus Semanggi Idan Semanggi II, Jaksa Agung seperti menghindar dari kewajibannya menindaklanjuti penyidikan kasus. "Malah berkas penyidikan Komnas HAM untuk kasus Semanggi Idan II dinyatakan hilang," ujar Sumarsih.
Dia mengusulkan agar Presiden Jokowi segera mengganti Jaksa Agung. Tujuannya, agar penyidikan terhadap sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu segera bisa dilakukan.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, pembentukan DKN yang akan menyelesaikan perkara pelanggaran HAM melalui proses non-yudisial, masih dalam pembahasan. Pihaknya berharap kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu bisa diselesaikan di era pemerintahan saat ini.
"Penyelesaiannya sesuai dengan realitas yang ada," katanya. Menurut Prasetyo, kasus-kasus pelanggaran HAM berat itu sulit untuk diselesaikan. (rmol)
"Kalau ditandatangani Presiden, ini bentuk, seorang presiden sebenarnya di bawah kontrol aktor-aktor pelanggaran HAM di masa lalu," ujarnya di Jakarta, kemarin. KontraS menilai, Presiden Jokowi tidak serius menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lampau. Justru presiden malah mengambil tindakan yang kontra produktif.
"Ini akan dicatat secara politik secara hukum bahwa dia bukan presiden yang berpihak terhadap korban pelanggaran HAM masa lalu. Alih-alih mengambil tindakan yang sesuai hukum dan mekanisme yang ada," sebutnya. Meski menjanjikan penyelesaikan kasus-kasus HAM, pemerintah malah melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus tersebut.
"Seruan penghukuman moril yang akan kita lakukan bahwa presiden saat ini bagian dari pelanggar HAM, karena dia membiarkan seorang terduga pelanggar HAM mengambil kebijakan mengontrol penyelesaian pelanggaran ham masa lalu," imbuh Yati.
Anggota Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Sumarsih, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Sumarsih yang merupakan keluarga korban Tragedi Semanggi Imenyatakan keluarga korban dan korban pelanggaran HAM berat meminta penyidikan harus dilakukan sesegera mungkin.
"Kejaksaan Agung harus memberikan kepastian hukum terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM. Jangan digantung," katanya. Dia mengeluhkan, hingga saat ini tidak ada perkembangan atas penyidikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Misalnya dalam kasus Semanggi Idan Semanggi II, Jaksa Agung seperti menghindar dari kewajibannya menindaklanjuti penyidikan kasus. "Malah berkas penyidikan Komnas HAM untuk kasus Semanggi Idan II dinyatakan hilang," ujar Sumarsih.
Dia mengusulkan agar Presiden Jokowi segera mengganti Jaksa Agung. Tujuannya, agar penyidikan terhadap sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu segera bisa dilakukan.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, pembentukan DKN yang akan menyelesaikan perkara pelanggaran HAM melalui proses non-yudisial, masih dalam pembahasan. Pihaknya berharap kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu bisa diselesaikan di era pemerintahan saat ini.
"Penyelesaiannya sesuai dengan realitas yang ada," katanya. Menurut Prasetyo, kasus-kasus pelanggaran HAM berat itu sulit untuk diselesaikan. (rmol)