Artikel - indometro.id - PKI sudah dibubarkan, tapi ideologi Komunisme masih tertanam di otak para anak cucu PKI. Dari keturunan PKI ini tersiar propaganda yang tidak sesuai dengan fakta sejarah, memutarbalikkan kenyataan yang terjadi di masa lampau.
Pada persepsi kaum awam, propaganda komunis sekilas terlihat cukup menarik. Orang-orang 'Kiri' ini sangat pandai beragitasi, seolah mereka sedang membela kepentingan masyarakat, tapi kenyataannya justru sebaliknya. Tak heran jika saat ini sudah tak sedikit gen-Z yang mulai terpapar oleh ideologi keji itu Komunisme.
Patut diakui bahwa kaum 'Kiri' ini sangat lihai bergerak menggunakan strategi bawah tanah, dengan begitu akan mudah bagi mereka untuk melakukan infiltrasi ke berbagai lini kehidupan masyarakat, mendompleng berbagai isu yang sedang berkembang lalu memanfaatkan momentum itu kepentingan politik mereka.
Sejarah mencatat bahwa kaum komunis itu tak memiliki jumlah massa yang besar, mereka menggunakan strategi menyusup ke dalam berbagai organisasi besar lalu mencoba mengambil posisi strategis sehingga bisa mencemarinya dengan agenda-agenda politik pribadi mereka.
Pola tersebut sudah lumrah terjadi sejak era kolonial Belanda, dimana kaum komunis yang hanya segelintir itu berhasil menyusup ke dalam organisasi perjuangan masyarakat yakni Syarekat Islam (SI). Organisasi perjuangan terbesar saat itu berhasil mereka pecah belah sehingga menimbulkan pertentangan kepentingan di internal SI.
Kepiawaian kaum kiri dalam beragitasi berhasil membuat SI terpecah menjadi 2 kubu, dimana faksi SI yang terkontaminasi propaganda komunis lalu memisahkan diri dan membentuk sebuah partai yang bernama Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sejak berdirinya PKI, mereka mencita-citakan berdirinya sebuah negara merdeka yang berideologi faham Komunis melalui cara-cara menghasut masyarakat agar melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap pemerintahan Hindia-Belanda. Sebuah gerakan ekstrim yang bertentangan dengan strategi mayoritas kaum pergerakan kemerdekaan Indonesia kala itu, dimana para pemimpin pergerakan kemerdekaan lebih memilih strategi perjuangan secara persuasif.
Tindakan PKI tercium oleh pemerintah yang berkuasa saat itu, mengakibatkan terjadinya reaksi represif terhadap seluruh kelompok pergerakan kemerdekaan Indonesia. Dampaknya cukup luas, dimana kebanyakan yang menjadi korban justru dari kalangan masyarakat kecil yang hanya ikut-ikutan terprovokasi oleh hasutan kaum Komunis.
Lebih parahnya lagi, tindakan represif pemerintahan Hindia-Belanda tak hanya menyasar para perusuh PKI, namun justru menimpa para aktivis kemerdekaan non-PKI. Sementara orang-orang PKI berhasil melarikan diri dan bersembunyi dari kejaran aparat.
Berlanjut di era revolusi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dimana kala itu pemerintahan sah Republik Indonesia telah berdiri. Namun karena negara yang berdiri bukan berideologikan Komunisme, maka di tahun 1948 PKI kembali berbuat makar dengan melancarkan pemberontakan berdarah di Madiun.
Waktu itu kaum komunis yang minoritas memaksakan untuk mengambil alih pemerintahan Republik Indonesia dengan memanfaatkan isu ketidakpuasan atas beberapa kebijakan pemerintah.
Dengan kepiawaiannya dalam berpropaganda, kaum komunis berhasil menghasut beberapa tokoh militer lokal untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah yang berujung pada peristiwa Madiun 1948.
Setelah para pimpinan PKI berhasil diringkus oleh TNI, pemerintah sedianya akan melakukan pembersihan terhadap sisa-sisa komplotan PKI. Namun rencana tersebut terhalang oleh Agresi Militer Belanda 2.
Setelah Belanda mengakui kedaulatan NKRI, kaum komunis kembali menyusun kekuatan. Dengan amnesti yang diberikan oleh pemerintah RI, PKI menyatakan bergerak di jalur politik melalui pemilu.
Dengan berbekal propaganda dan janji pemberian bansos, eh maksudnya pembagian tanah, maka agenda PKI mulai populer di kalangan petani di pedesaan. Membuat PKI memperoleh posisi 4 besar di Pemilu 1955.
Pencapaian yang luar biasa ini cukup mengejutkan berbagai pihak, termasuk di internal PKI itu sendiri. Membuat PKI menjadi salah satu kekuatan politik yang cukup diperhitungkan oleh pemerintahan Soekarno.
Keberhasilan itu tak lantas membuat PKI otomatis berada di zona nyaman, pasalnya para kelompok tani mulai menagih janji kampanye PKI soal pembagian tanah. Hal ini membuat para pimpinan PKI menjadi gusar, karena tentunya mereka tak mampu merealisasikan janji kampanye tersebut.
Namun dengan akal liciknya, Aidit CS yang menjadi pimpinan PKI mencoba mengumbar berbagai alasan, salah satunya adalah posisi PKI yang hanya menduduki peringkat 4 besar, sehingga tidak dapat mengajukan kadernya untuk menjadi presiden RI. Sementara wewenang pembagian tanah berada di tangan presiden selaku pemimpin tertinggi di Indonesia.
Mulai detik itu PKI menyebarkan jargon propaganda, bahwa banjir di Jakarta, eh maksudnya janji pembagian tanah untuk para petani hanya bisa diatasi jika Aidit menjadi presiden.
Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, PKI menuntut agar kaum tani bergerak lebih revolusioner lagi. Maksudnya lebih giat mengajak keluarga maupun koleganya untuk mendukung PKI.
Tapi situasi di lapangan tak semanis harapan Aidit, pergerakan para buruh tani di berbagai daerah yang menuntut pembagian tanah menimbulkan gejolak di mana-mana . Karena sangat aneh rasanya jika Aidit menjanjikan tanah untuk para kader dan simpatisannya, namun secara aktual Aidit tak memiliki tanah untuk bisa dibagikan ke para petani.
Akibatnya Aidit memprovokasi kaum tani agar mengambil paksa tanah milik orang lain maupun milik negara. Tak ayal tindakan Aidit ini menimbulkan berbagai konflik berbasis agraria di berbagai daerah.
Dengan pemahaman yang minim, berbekal dengan hasutan dari Aidit CS, kaum tani mulai melakukan penyerobotan tanah. Tindakan sepihak kaum komunis ini memicu reaksi perlawanan dari pemilik lahan dan tokoh agama, karena para Komunis ini telah melakukan tindakan kriminal. Tak jarang dalam upaya penyerobotan tanah, timbul korban jiwa dari pihak pemilik lahan.
Atas kriminalitas yang dilakukan oleh pengikut Aidit, para tokoh agama dan tokoh masyarakat mulai menghimpun kekuatan untuk menghadapi ancaman dan teror dari anasir PKI.
Menghadapi perlawanan dari masyarakat, membuat Aidit cemas. Untuk itu Aidit CS mulai menggunakan strategi licik terbarunya, yakni dengan menciptakan pertentangan antara kaum tani dan kaum agama. Karena pengaruh tokoh agama di masyarakat begitu dominan, maka perlu dilakukan upaya pembunuhan karakter terhadap para tokoh agama, dengan mempertentangkan budaya vs agama.
Predikat sebagai 'Setan Desa' disematkan pada para ulama lantaran menolak tanah milik pesantrennya untuk dijadikan hak milik pribadi para pengikut PKI. Dan mulai detik itu PKI memulai agenda adu domba dengan mengusung isu pertentangan antara budaya vs agama. Sejak saat itu mulai marak ujaran kebencian terhadap para tokoh agama.
Ya, tokoh agama dijadikan kambing hitam atas kegagalan Aidit dalam merealisasikan janji kampanyenya soal pembagian tanah untuk petani.
Dan dengan segala kebodohannya, para anggota ormas Barisan Tani Indonesia (BTI) yang merupakan underbow PKI mulai melancarkan aksi teror terhadap para ulama setempat.
Namun bagi Aidit CS, gejolak yang timbul di kalangan sipil tidaklah cukup untuk memicu terjadinya revolusi komunis. Seperti 'Revolusi Bolshevik' yang terjadi di Russia, pemberontakan sipil tidak akan mencapai kesuksesan tanpa dukungan dari faksi militer. Oleh sebab itu, PKI mulai menyusun agenda untuk mempengaruhi militer.
Tugas infiltrasi ke tubuh militer dibebankan kepada Biro Chusus (BC) PKI, misinya adalah untuk menjadikan kekuatan militer sebagai bagian dari rencana pengambilalihan kekuasaan. Namun sekali lagi misi tersebut tak berjalan sesuai dengan harapan Aidit. Faksi militer tak mudah untuk dipengaruhi, justru kegagalan mutlak dialami oleh Aidit dalam agenda tersebut.
Kegagalan PKI dalam mengakuisisi penuh militer untuk mendukung rencana kudetanya, membuat Aidit merubah strateginya. Siasat licik Aidit adalah ingin mempersenjatai para kader dan simpatisannya dari kalangan buruh dan tani. Tentunya dengan memanfaatkan situasi kebijakan konfrontasi pemerintah dengan Malaysia.
Tapi upaya tersebut kembali gagal lantaran mendapat tentangan dari TNI-AD. Merasa bahwa TNI-AD merupakan kekuatan militer dominan di Indonesia yang juga memilih berseberangan dengan agenda PKI, maka Aidit mulai menggunakan siasat dengan mendelegitimasi para tokoh militer, terutama terhadap pimpinan TNI-AD yang selama ini telah mendeteksi adanya rencana jahat PKI. Isu dan fitnah dilancarkan PKI kepada para tokoh pimpinan TNI-AD.
Perseteruan antara PKI vs TNI-AD semakin memuncak tatkala Letjen Ahmad Yani selaku Menpangad / KSAD ingin melaporkan tentang pergerakan PKI yang menjurus pada gerakan kontra-revolusioner seperti yang terjadi sebelum peristiwa Madiun 1948.
Namun sebelum rencana Letjen Ahmad Yani bisa terealisasi, PKI mendahului dengan melancarkan aksi kudeta berdarah yang dikenal sebagai G30S/PKI.
Begitulah modus operandi kaum komunis, polanya template banget dan akan terus berulang hingga tujuan mengkomuniskan Indonesia terwujud.
Pola yang selalu sama dari masa ke masa, yakni:
- Menebar permusuhan terhadap ulama.
- Menentang peran militer yang bisa menghambat rencana jahat kaum komunis.
- Menyusup di berbagai organisasi besar serta mendompleng setiap aksi masyarakat yang kritis terhadap pemerintah demi kepentingan politiknya sendiri.
Pola tersebut harus diwaspadai, terlebih lagi di kala masyarakat dan mahasiswa melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah. Gejolak seperti ini akan menjadi wahana yang cukup menarik bagi kaum komunis untuk mendompleng, menjadikan aksi masyarakat sebagai panggung untuk mendongkrak popularitas mereka sambil menguasong ideologi Komunisme untuk diterapkan di Indonesia.
Sebuah gerakan kritik terhadap pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila dalam barisan oposisi steril dari penyusupan kaum neo-PKI. Namun sebaliknya, jika masyarakat lengah dan terprovokasi oleh kaum kiri, maka gerakan tersebut kelak akan menjadi ajang pergerakan kaum komunis yang tak disadari justru akan membawa kehancuran lebih besar bagi bangsa Indonesia. @PecintaSejarah2
Posting Komentar untuk "Pola Gerakan Komunis di Indonesia"