Polisi Sita 3 Ton Getah Pinus Taksesuai Dokumen

Takengon, Indometro.id - Kepolisian Resort Aceh Tengah kembali membongkar dugaan pemalsuan dokumen getah pinus dari Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah.

Dokumen yang ditunjukan kepada petugas tak sesuai dengan muatan barang yang sedang dibawa.

Getah pinus tersebut diangkut menggunakan Mitsubishi type L300, dengan muatan tiga ton getah pinus, sedangkan di dalam dokumen Surat Keterangan Sah Hasil Hutan Bukan Kayu (SHHBK) disebut hanya satu ton.

Atas dasar itu pria berinisial SI, 25 tahun, warga di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah harus berurusan dengan polisi. Tak hanya itu, dokumen beserta 56 karung getah pinus dengan isi rata-rata 50 kg, total ditaksir mencapai 3.000 kg atau tiga ton.

Kapolres Aceh Tengah AKBP Nurochman Nulhakim, melalui Kasatreskrim Iptu Ibrahim mengatakan motif tersangka SI melakukan pengangkutan getah pinus dengan menggunakan dokumen resmi, namun muatan getah yang diangkut tidak sesuai dengan isi dokumen yang ada.

Kejadian itu berlangsung pada Sabtu 03 September 2022, sekira pukul 22.00 WIB, Aceh Tengah di Jalan Isaq –Takengon, tepatnya di Kampung Isaq Kute Baru, Linge.

"Tim bergerak atas dasar laporan dari masyarakat, lalu kami tanyakan dokumen, dokumen yang ditunjuk tidak sesuai. Dalam surat yang dikeluarkan THL hanya satu ton, saat itu hasil getah pinus ini mau dijual ke PT JMI," kata Iptu Ibrahim saat menggelar konferensi pers dengan awak media.

Ironisnya, kata Ibrahim, kegiatan serupa diduga telah terjadi sejak April hingga saat dilakukan penangkapan beberapa waktu lalu itu.

"Pengangkutan rata-rata tiga kali dalam satu minggu, dengan harga beli getah pinus tersebut dari masyarakat berkisar antara Rp9 ribu hingga Rp11 ribu per kg, selanjutnya dijual kembali dengan harga Rp13 ribu per kg-nya," kata Ibrahim.

Jumlah besaran pajak yang dibayarkan sebesar Rp2.542 per kg kepada THL. Jika dokumen tercatat satu ton, pajak yang dibayarkan sebesar Rp2.542.000. 

"Sisanya sebanyak dua ton tidak dibayar lagi pajak nya oleh tersangka SI karena tidak tercatat di dalam dokumen, dalam hal ini negara dirugikan dari sisi pajak Rp5.084,000," kata Ibrahim.

Hingga hari ini, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi-saksi untuk dimintai keterangan. Pihaknya juga sedang mendalami keterlibatan pemodal, termasuk dalam waktu dekat akan memanggil pihak THL.

"Mudah mudahan semua bisa terungkap siapa yang bermain, kita profesional," katanya sembari menyebut tersangka kooperatif saat dibutuhkan polisi sehingga tidak dilakukan penahanan, hanya wajib lapor seminggu tiga kali.

Terduga pelaku SI disangkakan Pasal 130 Ayat 3 hurup (b) Qanun Aceh Nomor 07 Tahun 2016 tentang kehutanan Aceh dengan ancaman pidana penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp50 juta.

"Karena pasal yang dipersangkakan ancamannya enam bulan sesuai dengan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih dan tersangka bersikap koorperatif maka terhadap tersangka SI tidak kita lakukan penahanan," tutup Ibrahim.(hadi/kba)

Lokasi:

Berbagi :