-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Mantan Ketua BPBUMD Ungkap Proposal Rumah DP Nol Rupiah DKI Rp5,5 Triliun

    Kamis, 21 Oktober 2021, Oktober 21, 2021 WIB Last Updated 2021-10-21T10:07:45Z

    Ads:

    Mantan Ketua BPBUMD Ungkap Proposal Rumah DP Nol Rupiah DKI Rp5,5 Triliun


    Jakarta, indometro.id - Mantan Ketua Badan Pembina Badan Usaha Milik Daerah (BPBUMD) DKI Jakarta, Yulianto mengungkapkan proposal perumahan DP nol rupiah untuk masyarakat menengah kebawah yang diajukan oleh PT Sarana Jaya sebesar Rp 5,5 triliun ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk program Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan tahun 2019.

    Hal itu diungkapkan Yulianto dalam persidangan lanjutan sidang korupsi tanah munjul untuk program perumahan DP nol rupiah program Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    "Kemudian tadi saksi menjelaskan bahwa terkait dengan hunian DP nol rupiah ini kan jelas program dari gubernur, yang saya tangkap skema pengadaan DP nol rupiah menggunakan Penyertaan Modal Daerah (PMD). PT Sarana Jaya, ok, kemudian akhirnya PT Sarana Jaya mengajukan proposal. Saudara tahu nilai proposal yang diajukan? Tadi kan pencairan yang Rp1,8 Triliun dan Rp8 Miliar, kalau pengajuan berapa?" tanya Tim Anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Moch. Takdir Suhan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh indometro.id, Kamis (21/10/2021).

    Yulianto mengungkapkan bahwa proposal yang diajukan oleh PT Sarana Jaya sebesar Rp 5,5 triliun ke TPAD. Dimana TPAD yang mengetahui pendapatan keuangan daerah. Sehingga TPAD yang menentukan berapa nilai keuangan yang dikeluarkan untuk rumah DP nol rupiah.

    "Sekitar Rp5,5 triliun lebih. Dianalisis gitu ya, sampai ke Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAPD). Tentunya udah disesuaikan oleh TAPD ini, kan yang tahu pendapatan daerah dan sebagainya. Jadi mereka yang menentukan berapa nilainya, keluarlah angka Rp1,8," ungkapnya.

    Kemudian Takdir mencecar pertanyaan kembali, dari proposal masuk ke BP BUMD kemudian dilanjutkan ke investasi, dari situ ke TAPD. Kemudian dari situ ke BANGGAR DPR (maksudnya DPRD). Dari situ nanti akan muncul di dalam APBD. 

    "Yang saya tanyakan terkait proses yang dijalani ini PT SJ itu ada pemaparan terhadap proses DP nol rupiah?" cecarnya.

    Menurut Yulianto, dia tidak mengetahui karena hal itu di luar kewenangannya. Pada saat pemaparan pun, ia tidak ikut sehingga tidak tahu sama sekali.

    "Untuk yang di luar kewenangan kami, kami enggak ikut. Jadi kita ini tidak tahu, karena memang nanti ada di Komisi, ada jumlah nanti ada di BANGGAR," tuturnya. 

    Yulianto menegaskan bahwa ia tidak tahu meskipun menjadi Ketua BPBUMD. Dalam pemaparan PT Sarana Jaya biasanya ke TPAD. Ketua TAPD adalah Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta dan memiliki tim yang berbeda. 

    Kemudian, terakhir Jaksa menanyakan kepada saksi apa PT Sarana Jaya pernah melakukan pemaparan mengenai pengadaan tanah atau tidak.

    "Apakah pada saat itu PT SJ melakukan pemaparan pengadaan tanah itu atau tidak?" tanya Takdir. 

    Kembali Yulianto menyatakan ketidaktahuannya terkait pemaparan tersebut. Dia beralasan hanya mendampingi PT Sarana Jaya saja.

    "Tidak tahu, biasanya kami cuma damping saja kalaupun diundang," tukasnya. 

    Dalam sidang dakwaan, Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2016-2020 dan tahun 2020-2024, Yoory Corneles telah melakukan dugaan korupsi pengadaan Tanah Munjul Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung pada Perumda PPSJ yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 152.565.440.000.

    Hal itu berdasarkan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung pada PPSJ tahun 2019, pada 3 September 2021 yang dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

    Jaksa menilai, terdakwa Yoory Corneles bersama-sama dengan Anja Runtuwene, Tommy Adrian, Rudy Hartono Iskandar dan korporasi PT Adonara Propertindo pada akhir tahun 2018 sampai dengan bulan Februari 2020.

    "Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut," kata Tim Anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Moch. Takdir Suhan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh indometro, Kamis (14/10/2021). 

    Jaksa menilai terdakwa Yoory Corneles telah melawan hukum yaitu, melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 50 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Badan Usaha Milik Daerah.

    "Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Anja Runtuwene, dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik (beneficial owner) korporasi PT Adonara Propertindo sebesar Rp152.565.440.000," tuturnya.

    Untuk membayar pembelian tanah tersebut, Terdakwa berencana menggunakan dana PMD yang telah dianggarkan pada APBD Pemprov DKI Jakarta TA 2019. Terdakwa mengirim surat kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemprov DKI Jakarta Nomor 271/-1.826 tanggal 29 Maret 2019, perihal permohonan pencairan pemenuhan PMD sebesar Rp500 miliar. 

    BPKD Pemprov DKI Jakarta membalas dengan surat yang pada intinya hanya bisa mencairkan sebesar Rp350 miliar.

    Pada tanggal 8 April 2019 dilakukan penandatanganan 25 PPJB atas tanah Munjul antara Terdakwa selaku Dirut PPSJ dengan Anja Runtuwene di Gedung Sarana Jaya Pusat di hadapan Notaris/PPAT Yurisca Lady Enggrani dengan nilai transaksi sebesar Rp217.989.200.000.

    Kemudian, pembayaran 50% oleh PPSJ yang ditransfer sebesar Rp108.994.600.000 ke rekening Bank DKI nomor rekening 43723045641 atas nama Anja Runtuwene, padahal kajian yang menyeluruh (aspek bisnis, legal, dan teknis) dan penilaian appraisal belum dilakukan. 

    Hal ini melanggar ketentuan Pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 mengenai pengadaan barang dan jasa pada BUMD yang harus 
    dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan transparansi. 

    Untuk melengkapi formalitas pembayaran dari PPSJ yang diterima Anja Runtuwene, Tommy Adrian pada 9 April 2019 meminta bantuan kepada Staf marketing Ucu Samsul Arifin pada Konsultan Jasa Penilai Publik (KJPP) Wahyono Adi agar dibuatkan appraisal (estimasi) atas tanah Munjul tersebut dengan harga di atas harga Rp.7 juta/m2. 

    Hasilnya, pembuatan pra-Appraisal dengan analisa perhitungan untuk harga tanah sebesar Rp6.122.200 per m2, namun untuk zonasi tanah terdiri dari zona hijau dan zona kuning, serta terdapat bidang tanah yang letaknya terpisah dan tidak memiliki akses masuk ke jalan utama.

    Sehingga kesimpulannya tanah Munjul tersebut tidak bisa dikembangkan menjadi proyek “hunian DP 0 rupiah” dalam bentuk file yang dikirim melalui whatsapp.

    Yoory Corneles memerintahkan untuk mencari KJPP lain yang sanggup memberikan penilaian harga tanah di angka sekitar Rp.6,1 juta/m2 dan bersedia membuat tanggal laporan penilaian (appraisal) dibuat mundur sebelum tanggal pelaksanaan negosiasi (backdate). Dan sepakat menggunakan jasa KJPP Wahyono Adi selaku konsultan appraisal yang pernah dipergunakan oleh Tommy Adrian. 

    Akhirnya, Wahyono Adi, pada September 2019, ditunjuk sebagai Pelaksana Penilaian/Appraisal Berupa Tanah Munjul dengan administrasi yang dibuat seolah-olah pembuatan appraisal dilakukan sebelum tanggal ditandatanganinya PPJB dan pembayaran dari PPSJ kepada Anja Runtuwene. 

    Untuk pembuatan Penilaian/Appraisal Berupa Tanah Munjul agar disesuaikan dengan keinginan Terdakwa sehingga memenuhi syarat ketentuan, maka Terdakwa Yoory Corneles membuat laporan appraisal palsu yang isinya sesuai dengan permintaan Terdakwa agar dibuatkan penilaian atas harga tanah Munjul dengan harga sebesar Rp.6,1 juta/m2. 

    Atas pembuatan laporan appraisal tersebut KJPP Wahyono Adi pada tanggal 28 Januari 2020 menagihkan invoice atas biaya jasa penilaian sebesar Rp53.504.000 dan pada tanggal 6 Februari 2020 tagihan tersebut dibayarkan PPSJ kepada KJPP Wahyono Adi. 

    Setelah Penyertaan Modal Daerah (PMD) dari Pemprov DKI Jakarta cair sebesar Rp350 miliar dan tanggal 18 Desember 2019 PPSJ kembali menerima pencairan PMD Tahap II sebesar Rp450 miliar sehingga total PPSJ mendapat PMD sebesar Rp800 miliar.

    PMD tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1684 tahun 2019 tanggal 9 Desember 2019 tentang Pencairan Penyertaan Modal Daerah Pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya TA 2019, yang salah satu peruntukannya adalah untuk proyek “Hunian DP 0 Rupiah”. 

    Terdakwa setelah mengetahui adanya pencairan dana PMD kepada PPSJ, Tommy Adrian meminta kepada Terdakwa melalui Yadi Robby agar dilakukan pembayaran tahap kedua atas tanah Munjul. 

    Terdakwa mengetahui bahwa tanah Munjul tersebut tidak akan bisa dipergunakan untuk membangun proyek “hunian DP 0 rupiah”, namun tetap menyetujui pembayaran sisa pelunasan, sehingga PPSJ mentransfer pembayaran Tahap 2 Tanah Munjul ke rekening nomor 43723045641 pada Bank DKI atas nama ANJA RUNTUWENE, secara bertahap pada tanggal 18 dan 19 Desember 2019 masing-masing sebesar Rp21.798.000.000, sehingga tahap 2 dibayarkan total Rp43.596.000.000.

    "Hal ini melanggar ketentuan Pasal 4 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 50 Tahun 2019 mengenai pengadaan barang dan jasa harus mencapai target dan sasaran yang ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan," tukas Jaksa. 

    Pembayaran atas tanah Munjul yang diterima di rekening atas nama Anja Runtuwene tersebut, seluruhnya berjumlah Rp152.565.440.000, dan telah dipergunakan Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar RUDY selaku pemilik (beneficial owner) korporasi PT Adonara Propertindo, antara lain untuk keperluan operasional perusahaan, ditransfer ke PT RHYS Auto Gallery yang masih satu grup dengan korporasi PT Adonara Propertindo, maupun keperluan pribadi Anja Runtuwene dan Rudy Hartono Iskandar seperti pembelian mobil, apartemen dan pembayaran kartu kredit. 

    Bahwa pembayaran dari PPSJ atas pembelian tanah di Munjul, Pondok Ranggon tersebut tidak mempunyai nilai manfaat karena tidak bisa dipergunakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan dan kepemilikan atas tanah tidak pernah beralih kepada PPSJ.

    Sehingga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara / daerah yang bersifat total lost sebesar Rp152.565.440.000, sebagaimana Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung pada Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Tahun 2019, tanggal 03 September 2021 yang dibuat oleh Tim Auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan 
    (BPKP). 

    Atas perbuatannya tersebut, Yoory Corneles, dalam dakwaan Primair diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Dan Dakwaan Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini