-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Peradi:Bareskrim Polri Perlu Ambil Alih Kasus Kerumunan Semau, Demi Netralitas dan Tuntutan Rasa Keadilan Publik NTT

    Rabu, 01 September 2021, September 01, 2021 WIB Last Updated 2021-09-01T02:07:17Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh

    Peradi:Bareskrim Polri Perlu Ambil Alih Kasus Kerumunan Semau, Demi Netralitas dan Tuntutan Rasa Keadilan Publik NTT


    Jakarta, indometro.id - Advokat Peradi menilai Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar (Mabes) Polri diperlukan untuk mengambil alih penanganan kasus peristiwa kerumunan, tanggal 27 Agustus 2021 di Pantai Semau, Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal itu demi menjaga netralitas Polri dan memenuhi rasa keadilan masyarakat NTT maupun tuntutan publik secara umum. 

    Peristiwa yang sedang viral ini, menjadikan peristiwa ini dikualifikasi sebagai "Pelanggaran Hukum" dan "Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik", yang dilakukan secara berjamaah untuk membangkangi Pemerintah Pusat dan melukai rasa keadilan Masyarakat NTT.

    Koordinator TPID dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus menilai acara pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di Semau, Kupang, NTT, mestinya bisa dicegah atau dihindari, sekiranya Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati-Bupati se-NTT, Kapolda NTT dan seluruh jajarannya memiliki kepekaan atau intuisi bahwa ada Instruksi Kapolri, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Instruski Gubernur soal PPKM dan Prokes Covid-19 yang mesti dipatuhi.

    Namun, kenyataannya acara yang mewah dan menghebohkan itu berjalan lancar tanpa ada satupun Petugas Polri, Satpol PP dan Satgas Covid-19 yang mencegah apalagi menindak. Begitu juga Bupati-Bupati yang hadir tidak ada satupun mau mengingatkan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur NTT untuk membatalkan atau menolak hadir dalam acara itu atas alasan adanya larangan dan perintah UU serta Instruksi yang wajib ditaati.

    "Peristiwa kerumunan Semau, memberi pesan kuat bahwa terdapat kesadaran secara kolektif dari Para Pejabat Publik untuk melakukan pembangkangan atau insubordinasi terhadap Instruksi Presiden, Mendagri, Gubernur dan Bupati dengan cara mengangkangi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Instruksi-Instruksi yang mewajibkan siapapun tanpa kecuali untuk taat pada protokol kesehatan (Prokes) Covid-19," kata Petrus Selestinus melalui pesan elektronik yang diterima indometro.id, Rabu (1/9/2021). 

    GERAKAN KOLEKTIF MEMBANGKANG

    Petrus mengungkapkan bahwa peristiwa kerumunan, tanggal 27 Agustus 2021 di Pantai Semau, Kupang, serta merta menjadi viral, menjadikan peristiwa ini dikualifikasi sebagai "Pelanggaran Hukum" dan "Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik", yang dilakukan secara berjamaah untuk membangkangi Pemerintah Pusat dan melukai rasa keadilan Masyarakat NTT.

    "Meskipun kecaman terhadap acara ini datang dari seluruh penjuru tanah air dan dari berbagai kalangan, namun hingga hari ini, Polda NTT belum mengumumkan apakah sudah ada proses hukum atau belum, apakah sudah dimulai Penyelidikan atau Penyidikan atau Polda NTT masih menunggu Laporan dari Masyarakat," ungkapnya. 

    Menurut Petrus Selestinus, perkembangan terakhir Polda NTT justru menolak Laporan Polisi dari Masyarakat Cq. Kelompok Cipayung NTT dengan alasan Polda NTT tidak berwenang dan melempar kewenangan itu kepada Satgas Covid-19 NTT.

    "Polda NTT gagap dan tidak profesional, malahan melempar tanggung jawab hukum untuk Penyelidikan dan Penyidikan kasus dugaan pelanggaran Prokes Covid-19 ini kepada Satgas Covid-19 NTT. Ini pembodohan sekaligus tindakan bodoh dari oknum Polda NTT," ujarnya. 

    "Sejak kapan KUHAP mengalihkan kewenangan menerima Laporan Polisi dan tindakan kepolisian dalam kasus pidana kepada Satgas Covid-19 NTT," sambungnya. 

    BARESKRIM AMBIL ALIH

    Petrus juga menilai, sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dan Polda NTT menghadapi kasus kerumunan Semau, akan berdampak pada "lahirnya krisis kepercayaan publik yang meluas dari Masyarakat NTT terhadap Pemprov dan Pemda Kabupaten" di NTT. 

    "Masyarakat bisa saja bebas membuat pesta, selama masa berlakunya PPKM level 4, sebagai sinyal ketidak percayaan masyarakat terhadap Gubernur dan Polda NTT, karena hukum hanya tajam terhadap rakyat kecil," tuturnya.

    Polda NTT seperti kehilangan kepekaan dan intuisinya ketika menghadapi kasus ini, hal mana nampak dari narasi Kadiv Humas Polda NTT, Kombes Pol. Rishian Krisna B, yaitu bahwa pihaknya sedang menjalin komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait, guna mendapatkan daya dan informasi. 

    "Ini bukan narasi KUHAP dan SOP Polri," kata Koordinator TPID dan Advokat Peradi.

    Petrus menegaskan bahwa narasi KUHAP dan SOP Polri adalah "Polda segera melakukan tindakan kepolisian atau telah memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangan dalam tahap penyelidikan dan seterusnya, sebagaimana narasi Polri menghadapi kasus-kasus pidana pada umunya.

    "Karena itu, demi menjaga wibawa Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan menyelematkan institusi Polri di NTT, maka sebaiknya Bareskrim Polri mengambilalih penyelidikan kasus "Kerumunan Semau" atau setidak-tidaknya dibentuk tim gabungan untuk penindakan kasus ini tanpa pandang bulu demi menjamin netralitas dan rasa keadilan publik NTT," pungkas Petrus Selestinus.
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini