Umar Ritonga |
Menurut Jurubicara KPK, Febri Diansyah, hingga saat ini tim KPK sedang melakukan pencarian secara langsung di Polres Labuhanbatu.
"Tim KPK sekarang berada di Polres Labuhanbatu. Jika ada pihak-pihak yang ingin memberikan informasi terkait keberadaan UMR, dapat disampaikan langsung ke kantor kepolisian setempat," ujar Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (8/8).
Umar Ritonga yang merupakan orang dekat Bupati Labuhanbatu (nonaktif) Pangonal Harahap diduga melarikan diri membawa uang saat operasi tangkap tangan (OTT).
Umar bersama Pangonal dan pengusaha pemilik PT. Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra telah ditetapkan sebagai tersangka suap proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu, Sumut TA 2018.
KPK sebelumnya sudah mengingatkan pada tersangka Umar Ritonga agar bersikap koperatif dan segera menyerahkan diri ke KPK.
Pihak keluarga dan kolega tersangka juga diingatkan agar secara aktif mengajak Umar Ritonga untuk datang ke KPK atau menyerahkan diri ke Polres Labuhanbatu atau kantor kepolisian setempat.
KPK menduga Umar membawa kabur uang sebesar Rp 500 juta yang diberikan Effendy Sahputra kepada Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap yang bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantauprapat, Labuhanbatu.
Pada saat akan ditangkap oleh tim KPK di lapangan, Umar melarikan diri dan hampir mencelakakan penyidik KPK. Dia kabur dan berpindah tempat hingga menghilang di perkebunan sawit dan rawa.
KPK sendiri sudah mengantongi bukti transaksi sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga uang tersebut merupakan bagian dari pemenuhan dari permintaan Bupati sekitar Rp 3 miliar. Sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan cek sebesar Rp 1,5 miliar namun tidak berhasil dicairkan.
Sebagai pihak penerima, Pangonal Harahap dan Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi, Effendy Saputra yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.(rmol)
"Tim KPK sekarang berada di Polres Labuhanbatu. Jika ada pihak-pihak yang ingin memberikan informasi terkait keberadaan UMR, dapat disampaikan langsung ke kantor kepolisian setempat," ujar Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (8/8).
Umar Ritonga yang merupakan orang dekat Bupati Labuhanbatu (nonaktif) Pangonal Harahap diduga melarikan diri membawa uang saat operasi tangkap tangan (OTT).
Umar bersama Pangonal dan pengusaha pemilik PT. Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra telah ditetapkan sebagai tersangka suap proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu, Sumut TA 2018.
KPK sebelumnya sudah mengingatkan pada tersangka Umar Ritonga agar bersikap koperatif dan segera menyerahkan diri ke KPK.
Pihak keluarga dan kolega tersangka juga diingatkan agar secara aktif mengajak Umar Ritonga untuk datang ke KPK atau menyerahkan diri ke Polres Labuhanbatu atau kantor kepolisian setempat.
KPK menduga Umar membawa kabur uang sebesar Rp 500 juta yang diberikan Effendy Sahputra kepada Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap yang bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantauprapat, Labuhanbatu.
Pada saat akan ditangkap oleh tim KPK di lapangan, Umar melarikan diri dan hampir mencelakakan penyidik KPK. Dia kabur dan berpindah tempat hingga menghilang di perkebunan sawit dan rawa.
KPK sendiri sudah mengantongi bukti transaksi sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga uang tersebut merupakan bagian dari pemenuhan dari permintaan Bupati sekitar Rp 3 miliar. Sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan cek sebesar Rp 1,5 miliar namun tidak berhasil dicairkan.
Sebagai pihak penerima, Pangonal Harahap dan Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi, Effendy Saputra yang merupakan pihak swasta disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.(rmol)