Foto/Net |
TGUPP Bidang Pengelolaan Pesisir yang dipimpin ahli tata kota Marco Kusumawijaya akan menyusun masukan dan mengumpulkan data untuk kebijakan reklamasi Teluk Jakarta.
Melihat hal itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, Gubernur Anies lemah dalam memenuhi janji kampanye.
"Masalah proyek reklamasi terlalu seksi untuk dimainkan secara politis. Maka Anies akhirnya mengikuti jejak gubernur sebelumnya, yakni melanjutkan proyek reklamasi. Sebab, akan memperoleh keuntungan besar dari aspek pajak dan restribusi," ungkapnya.
Trubus menilai, Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara rawan digugat. Sebab, Pergub 58 Tahun 2018 tersebut cacat hukum. Keppres 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
"Akibatnya kebijakan pergub itu berpotensi digugat oleh sebagian masyarakat yang kecewa terhadap kebijakan pemprov," tutup Trubus.
Sebelumnya Gubernur DKI Anies Baswedan menegaskan, TGUPP Bidang Pesisir akan bertugas memberi masukan kepada dirinya terkait pengelolaan pesisir di Jakarta.
"Tim kecil inilah yang kemudian nanti akan menyusun masukan, kemudian mengumpulkan data informasi dari berbagai pihak untuk gubernur dan jajarannya dalam menyusun kebijakan terkait dengan kawasan pesisir," jelasnya.
Anies meyakini tugas TGUPP Bidang Pesisirdan Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta tidak akan tumpang tindih.
"Kalau badan itu memang amanat dari Keppres 52 dan Perda Nomor 8. Kalau yang ini fungsinya lebih untuk masukan ke gubernur," ujarnya.
Menanggai pembentuk kedua tim itu, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta Judistira Hermawan mendesak Gubernur agar membatalkannya. Sebab, urusan reklamasi sebaiknya diserahkan kepada dinas terkait.
"Saya mengimbau pembentukan tim dan badan ini dibatalkan saja. Sebab, sudah ada dinas-dinas di jajaran Pemprov DKI. Jangan sampai dinas-dinas ini direcoki oleh badan atau tim yang informal," paparnya.
Judistira meyakini keberadaan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang bisa dimaksimalkan untuk menerjemahkan kebijakan gubenur terkait dengan pembangunan atau pengembangan Pantai Utara Jakarta. Adanya badan dan tim lain malah menggemukkan struktur birokrasi DKI dalam menjalankan kebijakan gubernur.
"Kami dari Fraksi Golkar mengapresiasi gubernur kalau ingin menata kembali reklamasi Pantai Utara Jakarta, tetapi kalau mendirikan badan baru jelas mubazir, memboroskan anggaran. Lagipula TGUPP yang ada selama ini peranan dan gebrakannya belum terlihat," katanya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai sikap Gubernur Anies terhadap keberlangsungan Reklamasi Teluk Jakarta ambigu dan membingungkan.
"Ini sikap yang aneh dari Gubernur. Saat menyegel pamer. Tapi saat membentuk dua tim adhoc memilih bungkam. Pencitraan sah-sah saja, tapi harus jujur dong maunya seperti apa," katanya.
Menurut Gembong, kalau memang mau menetapi janji menolak reklamasi tidak perlu membentuk tim atau badan khusus. Apalagi keduanya mengurusi wilayah yang sama yakni, pantai Utara Jakarta.
Apalagi, lanjutnya, bidang kerja kedua tim ini tidak jelas. Persoalan reklamasi saat ini mengenai pemanfaatan. Tapi Anies telah mencabut dua raperda yang mengatur pemanfaatan yakni Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura). ***(rmol)
Melihat hal itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, Gubernur Anies lemah dalam memenuhi janji kampanye.
"Masalah proyek reklamasi terlalu seksi untuk dimainkan secara politis. Maka Anies akhirnya mengikuti jejak gubernur sebelumnya, yakni melanjutkan proyek reklamasi. Sebab, akan memperoleh keuntungan besar dari aspek pajak dan restribusi," ungkapnya.
Trubus menilai, Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara rawan digugat. Sebab, Pergub 58 Tahun 2018 tersebut cacat hukum. Keppres 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
"Akibatnya kebijakan pergub itu berpotensi digugat oleh sebagian masyarakat yang kecewa terhadap kebijakan pemprov," tutup Trubus.
Sebelumnya Gubernur DKI Anies Baswedan menegaskan, TGUPP Bidang Pesisir akan bertugas memberi masukan kepada dirinya terkait pengelolaan pesisir di Jakarta.
"Tim kecil inilah yang kemudian nanti akan menyusun masukan, kemudian mengumpulkan data informasi dari berbagai pihak untuk gubernur dan jajarannya dalam menyusun kebijakan terkait dengan kawasan pesisir," jelasnya.
Anies meyakini tugas TGUPP Bidang Pesisirdan Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta tidak akan tumpang tindih.
"Kalau badan itu memang amanat dari Keppres 52 dan Perda Nomor 8. Kalau yang ini fungsinya lebih untuk masukan ke gubernur," ujarnya.
Menanggai pembentuk kedua tim itu, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta Judistira Hermawan mendesak Gubernur agar membatalkannya. Sebab, urusan reklamasi sebaiknya diserahkan kepada dinas terkait.
"Saya mengimbau pembentukan tim dan badan ini dibatalkan saja. Sebab, sudah ada dinas-dinas di jajaran Pemprov DKI. Jangan sampai dinas-dinas ini direcoki oleh badan atau tim yang informal," paparnya.
Judistira meyakini keberadaan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang bisa dimaksimalkan untuk menerjemahkan kebijakan gubenur terkait dengan pembangunan atau pengembangan Pantai Utara Jakarta. Adanya badan dan tim lain malah menggemukkan struktur birokrasi DKI dalam menjalankan kebijakan gubernur.
"Kami dari Fraksi Golkar mengapresiasi gubernur kalau ingin menata kembali reklamasi Pantai Utara Jakarta, tetapi kalau mendirikan badan baru jelas mubazir, memboroskan anggaran. Lagipula TGUPP yang ada selama ini peranan dan gebrakannya belum terlihat," katanya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai sikap Gubernur Anies terhadap keberlangsungan Reklamasi Teluk Jakarta ambigu dan membingungkan.
"Ini sikap yang aneh dari Gubernur. Saat menyegel pamer. Tapi saat membentuk dua tim adhoc memilih bungkam. Pencitraan sah-sah saja, tapi harus jujur dong maunya seperti apa," katanya.
Menurut Gembong, kalau memang mau menetapi janji menolak reklamasi tidak perlu membentuk tim atau badan khusus. Apalagi keduanya mengurusi wilayah yang sama yakni, pantai Utara Jakarta.
Apalagi, lanjutnya, bidang kerja kedua tim ini tidak jelas. Persoalan reklamasi saat ini mengenai pemanfaatan. Tapi Anies telah mencabut dua raperda yang mengatur pemanfaatan yakni Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura). ***(rmol)
Posting Komentar untuk "Reklamasi Teluk Jakarta Masih Membingungkan"